Cari Blog Ini

Senin, 18 Februari 2013

SRCC, Komunitas Penggila Kubus Rubik Surabaya

erno rubik
Rubik’s Cube atau kubus rubik adalah permainan puzzle mekanik berbentuk kubus yang memiliki enam warna di setiap sisinya. Professor Erno Rubik, Seorang arsitek dan pemahat asal Hungaria menciptakan permainan itu pada tahun 1974, dan pada tahun 1980 produknya itu telah dijual ke berbagai belahan dunia. Dengan segera kubus rubik menciptakan sensasi internasional dengan daya pikatnya, dimana kubus rubik memiliki konsep yang sederhana, elegan, namun secara mengejutkan sulit untuk diselesaikan. Alhasil, pada 1982, karena kesuksesan produk Rubik’s Cube-nya, Erno Rubik menjadi salah satu red millionaire pertama di dunia, yakni menjadi warga dari negara komunis yang dapat menjadi kaya karena usahanya sendiri.


Hingga kini permainan kubus rubik sudah sangat mendunia, bahkan memiliki organisasinya sendiri di tingkat internasional, yaitu World Cube Association (WCA). Organisasi itu menaungi organisasi-organisasi kubus rubik di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri, komunitas rubik terdapat di Surabaya, Bandung, Samarinda dan Balikpapan. Surabaya Rubik’s Cube Club (SRCC) adalah salah satu komunitas rubik di Surabaya.

Pada even gathering di salah satu mall di Surabaya, komunitas SRCC mengundang Surabaya Post untuk hadir. Saat ditemui, mereka tampak asyik bermain kubus rubik, beberapa di antara mereka tampak adu cepat menyusun kubus rubik dengan timer yang telah disediakan. “Beginilah kebiasaan kami jika sedang berkumpul. Kami biasanya melakukan latihan, adu cepat sampai berbagi tips seputar kubus rubik,” ujar Alvin Febrianth, ketua SRCC.

Berawal dari kegemaran terhadap permainan kubus rubik, para inisiator bersepakat untuk mendirikan SRCC pada bulan Juni 2009. Dalam beberapa kesempatan mereka kerap berkumpul, berlatih dan saling sharing seputar kubus rubik. “SRCC diresmikan pada Juni 2009 dan hingga kini komunitas kami dinaungi oleh WCA,” ujar Kevin Kaldera, salah satu anggota SRCC.

Ditanya mengenai alasan menggemari kubus rubik, para anggota SRCC menerangkan bahwa kubus rubik yang sepertinya mudah, namun membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. “Kubus rubik itu benar-benar mengasah otak, kesabaran, kecepatan dan ketrampilan,” ujar Dito Firmansyah, anggota SRCC. Para anggota SRCC mengaku bahwa mereka tak pernah bosan memainkan kubus rubik, dikarenakan bentuknya yang variatif serta mengejar rekor penyusun kubus rubik yang setiap tahunnya selalu berubah.

Bentuk kubus rubik pada awalnya adalah kotak, mempunyai tiga kolom horizontal dan vertikal di tiap sisinya. Bentuk kubus rubik awal itu dinamakan ‘3x3 Rubik’s Cube’. Dalam perkembangannya, kubus rubik mengalami banyak perkembangan dalam bentuk, misalnya  ‘2x2’, yakni rubik yang hanya memiliki dua kolom, ‘4x4’ hingga ‘7x7’. Selain itu terdapat pula kubus rubik berjenis pyramid, yakni kubus rubik yang berbentuk piramida; kemudian clock rubik’s, yaitu kubus rubik berbentuk jam yang di kedua sisinya terdapat 9 bentuk visual penanda jam. Dalam clock rubik’s, para pemain dituntut untuk mengatur arah 9 buah jarum jam ke arah angka 12.

“Bentuk kubus rubik yang terbaru adalah megaminx, yaitu rubik yang bentuknya segilima dengan duabelas sisi dan duabelas warna yang berbeda,” ungkap Erick Chandra, anggota SRCC.

Apakah sulit mempelajari kubus rubik? Bagaimana dengan para pemula? Alvin Febrianth menjelaskan bahwa sebenarnya bermain kubus rubik tidaklah sulit. “Kita hanya harus tahu rumus penyelesaiannya, itu saja. Setelah tahu rumusnya, tinggal melatih kecepatannya saja,” ungkapnya. Ditanya mengenai lamanya waktu untuk bisa mempelajari hingga menyelesaikan puzzle kubus rubik, Alvin menambahkan bahwa untuk mengetahui rumusnya cukup singkat. “Hanya dalam waktu satu jam seseorang bisa mempelajari rumusnya dan menyelesaikannya; yang membutuhkan waktu lama adalah melatih kecepatan penyelesaiannya,” tambahnya.

Hingga saat ini SRCC memiliki anggota sebanyak 120 orang. Mereka aktif melakukan kegiatan-kegiatan seperti gathering, kompetisi, berbagi tips dan sebagainya. “Setiap kali kami bertemu, kami selalu melakukan race, yakni balapan menyusun kubus rubik, juga take average, yakni menyusun rubik secara acak dan ditentukan catatan waktunya,” ujar Fakhruzi Asrial, anggota SRCC.

Selain memiliki agenda rutin, SRCC juga kerap mengadakan official competition, yakni kompetisi kubus rubik yang regulasinya berada di bawah naungan World Cube Association. Di dalam negri sendiri telah tiga kali diselenggarakan official competition, yang bertajuk ‘Indonesia Open’, sedangkan di Surabaya, even official competition kerap diselenggarakan oleh SRCC. “Kompetisi kami terdiri dari dua tajuk, yakni Surabaya Open dan Surabaya Cube Day. Kedua-duanya merupakan official competition, regulasinya diatur dan dinaungi oleh WCA,” ujar Dito Firmansyah, anggota SRCC.

 Surabaya Rubik’s Cube Club (SRCC) setiap tahunnya memiliki kewajiban untuk mengatur kompetisi kubus rubik di bawah regulasi WCA. Sama halnya dengan perwakilan komunitas dari daerah lain, SRCC juga merupakan salah satu perwakilan dari Indonesia yang diwajibkan mengirim delegasinya sebagai kepanjangan tangan dari WCA.

Sebagai delegasi, dalam setiap official competition, SRCC bertindak sebagai panitia yang mengatur segala sesuatunya. “Dalam official competition harus dihadiri seorang WCA Delegate dan memiliki tim panitia (beranggotakan 1 atau lebih anggota): judges, pengacak dan pengambil skor. Selain itu delegate beserta tim panitianya wajib melaporkan hal-hal yang terkait dengan Regulasi WCA selama kompetisi, jalannya keseluruhan kompetisi, dan insiden apapun selama kompetisi. Laporan harus disampaikan ke WCA Board dalam jangka satu minggu setelah tanggal kompetisi setelah kompetisi berakhir,” ungkap Alvin Febrianth, ketua SRCC.

Untuk ke depannya, dari paparan SRCC yang didapatkan oleh Surabaya Post, mereka berencana akan mengadakan berbagai official competition dan terus memperbanyak sesi latihan demi memecahkan rekor dunia dalam penyelesaian puzzle rubik’s cube tercepat, yang diraih oleh Feliks Zemdegs, warga Australia, dimana ia mampu menyelesaikan kubus rubik kategori 3x3 dalam waktu kurang dari 1 detik.

Menoreh Rekor Nasional

Dalam perjalanannya, karena intensitas latihan dan seringnya SRCC mengadakan pertemuan untuk berbagi tips, beberapa di antara mereka kerap menorehkan rekor nasional. Contohnya ketua SRCC, Alvin Febrianth yang menorehkan rekor nasional penyelesaian kubus rubik kategori 3x3 dalam waktu 1,50 detik.

Ditanya mengenai resep juaranya, Alvin menerangkan bahwa semua itu tidak lepas dari seringnya latihan. “Harus terus latihan, utamanya untuk meningkatkan kecepatan tangan. Itu yang sulit dan membutuhkan kesabaran,” ujarnya.

Selain Alvin, anggota SRCC lainnya, Kevin Kaldera, pernah meraih 1st Place Malaysia Cube Open 2012, serta 2nd Place Singapore Cube Open 2012. Demikian pula dengan Dito Firmansyah yang meraih predikat runner up Malaysia Cube Open, kategori with feet, yakni menyelesaikan puzzle rubik’s cube dengan menggunakan kaki.

“Dengan demikian SRCC tidak bisa dipandang remeh di mata nasional maupun internasional,” ujar Dito Firmansyah. Rata-rata dari mereka mengatakan bahwa resep sukses diraih dengan cara berlatih terus menerus.

Untuk diketahui, rekor penyelesaian puzzle rubik’s cube di tingkat internasional diraih oleh Feliks Zemdegs pada Australia Cube Open 2011 kategori 3x3, 4x4 dan 5x5. Kategori 2x2 ditoreh oleh Christian Kaserer dari Italia pada Trentin Open 2011. Kategori rubik’s cube blindfolded (kompetisi kubus rubik dengan mata tertutup) ditoreh oleh Marcell Endrey dari Hungaria. Indonesia sendiri sempat dua kali meraih rekor internasional, yakni kategori clock rubik’s oleh Jonathan Irvin Gunawan, serta Fakhri Raihaan dalam kategori Rubik’s Cube with feet. Keduanya berasal dari Bandung, Jawa Barat.

“Ke depannya, wakil SRCC pasti bisa menembus torehan rekor internasional,” pungkas Alvin Febrianth dengan bersemangat.



QUOTE


 

Kevin Kaldera, anggota SRCC, 1st Place Malaysia Cube Open 2012, 2nd Place Singapore Cube Open 2012
“Untuk menjadi juara rubik’s dibutuhkan passion dan target yang jelas, kemudian dengan intensif melakukan latihan terus-menerus, dan yang paling penting adalah keyakinan terhadap diri sendiri”





 


Erick Chandra, anggota SRCC
“Kalau mau juara, seseorang harus mengikuti perkembangan kubus rubik terus-menerus. Lebih baik dapat satu cube bagus daipada dapat 10 cube jelek”





 



Dito Firmansyah, anggota SRCC, runner-up Malaysia Cube Open, kategori with feet
“Untuk menjadi juara, jangan lupa terlebih dahulu harus memantau lawan tanding sehingga tau kekuatan dan kelemahan lawan”




 



Fakhruzi Asrial, anggota SRCC asal Gresik
“Pilih lubrikasi yang tepat pada cube agar putaran terasa ringan dan lebih cepat. Banyak berlatih dan ikut berbagai kompetisi. Itu resep sukses dari seorang juara rubik’s cube


Minggu, 17 Februari 2013

TIARA HANDYCRAFT: SUKSES FINANSIAL DAN SOSIAL





PROFIL USAHA

Nama Usaha                           : Tiara Handycraft
Alamat                                    : Jl. Sidosermo Indah II/5, Surabaya 60239
Pemilik Usaha                         : Titik Winarti
Penanggung Jawab                  : Yudha Darmawan
Jenis Usaha                             : Industri Rumah Tangga
Bidang Usaha                          : Pengolahan Tekstil
Berdiri Sejak                           : 1996

Penghargaan:
-          Juara II UKM berprestasi, Hari Koperasi Walikota Surabaya (2002)
-          Juara II Lomba Cipta Souvenir Surabaya (2003)
-          Penghargaan I Pengusaha Mikro Pencanangan Tahun Microcredit International (2005)
-          Penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden Republik Indonesia (2010)


Sukses Finansial dan Sukses Sosial

Berawal dari hobi mengolah bahan tekstil menjadi souvenir, hiasan rumah tangga, pakaian dan sebagainya, Titik Winarti, sang pemilik dan penggagas berdirinya usaha Tiara Handycraft mendapatkan respon baik dari para tetangga ketika mereka melihat hasil karyanya. Pemesan demi pemesan akhirnya berdatangan dan Titik Winartipun mulai kebanjiran order.

“Awalnya hanya mengisi waktu luang saja. Kemudian karena banyak pemesan, saya mulai berpikir, ada baiknya saya membuat suatu usaha olahan tekstil. Keuntungannya bisa saya pakai untuk membantu perekonomian rumah tangga saya,” ujar Titik Winarti.

Meningkatnya permintaan terhadap karya olahan tekstil Titik Winarti membuatnya memberanikan diri untuk membuka sebuah usaha kecil menengah untuk menangani permintaan masyarakat terhadap karya-karyanya. Usaha Kecil Menengah itu ia dirikan pada tahun 1995 dan ia namakan ‘Tiara Handycraft’.

Dipilihnya usaha tekstil oleh Titik Winarti, tidak lain karena ia melihat kenyataan bahwa tekstil memberi pengaruh 90% pada kehidupan manusia. “Manusia butuh pakaian, butuh tekstil untuk kebutuhan rumah tangga dan sebagainya. Maka dari itu saya melihat bahwa industri tekstil sangat berpotensi untuk digunakan sebagai lahan bisnis,” ungkap peraih titel Ibu Indonesia 2005 itu.

Ade Rizal, anak sulung Titik Winarti yang juga bekerja di Tiara Handycraft sebagai pengawas produksi menjelaskan bahwa pemakaian nama Tiara memiliki arti tersendiri, yakni ‘mahkota’. “Mahkota adalah lambang keanggunan, kemakmuran, kesehjahteraan. Harapannya agar usaha Ibu jadi ‘mahkota’ di mata intern perusahaan, juga di mata konsumen. Kami puas, konsumen juga puas,” ujarnya. Sedangkan ‘handycraft’ sendiri berarti kerajinan buatan tangan, sesuai dengan jenis usaha mereka yang bergerak di bidang pengolahan tekstil menjadi barang-barang kerajinan.

Pada awal perjalanannya, Tiara Handycraft memililki beberapa karyawan dengan omzet yang cukup lumayan. Namun, pada awal perjalanannya mereka cukup bermasalah dengan karyawan dan menyebabkan usaha mereka sempat mengalami kemunduran. “Saat itu tahun 1998-1999. Karyawan kami pada saat krisis moneter banyak yang cuti, tapi tak pernah kembali lagi. Sedangkan untuk menerima karyawan baru, kami harus terlebih dulu memberi pelatihan dan prosesnya lama. Makanya di tahun itu kami sempat mengalami kemunduran,” ujar Ade Rizal.

Melihat minimnya loyalitas dari beberapa karyawan yang pernah dipekerjakannya, Titik Winarti mulai berpikir untuk mencari karyawan baru. “Saat itu salah satu tetangga saya menawarkan kepada saya bahwa ada baiknya memperkerjakan para penyandang cacat sebagai karyawan. Selain agar produksi tetap jalan, saya bisa mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri mereka,” ujar Titik Winarti.

Alhasil, pada akhir tahun 1999, Titik Winarti melakukan kontak dengan dinas sosial dan lembaga-lembaga penyandang cacat untuk mendapatkan karyawan dan memberikan mereka pelatihan kemampuan berolah tekstil. Dari rekomendasi beberapa pihak, Tiara Handycraft akhirnya memperkerjakan beberapa karyawan difabel.

“Para penyandang cacat selama ini selalu dipandang sebelah mata. Mereka hanya terhambat di bidang fisik, namun secara mental mereka sama seperti manusia biasa. Mereka punya potensi yang bisa diasah, dan potensi mereka yang berkaitan dengan inovasi serta kreasi sesungguhnya tak kalah hebat dengan orang-orang normal,” ujar Yudha Darmawan, suami Titik Winarti yang juga merupakan penanggung jawab Tiara Handycraft.

Membina para penyandang cacat untuk dipekerjakan di Tiara Handycraft memang gampang-gampang susah. Titik Winarti mengaku bahwa adakalanya ia mendapat kesulitan saat membina dan memberi pelatihan kepada mereka.  “Salah satu kesulitannya adalah merubah mindset mereka. Mereka pada kehidupan sehari-hari terbiasa dilayani oleh orang lain, hal itu wajar karena mereka penyandang cacat, namun ketika di Tiara Handycraft, mereka diberi pelatihan, diberi kedisiplinan dan diberi pemahaman agar bisa mandiri, agar mereka bisa membuktikan kepada orang lain bahwasanya mereka mampu berkarya,“ ungkap peraih Kartini Award itu.

Dengan kesabaran dan ketekunan, Tiara Handycraft akhirnya mampu bangkit dan sukses. Hingga 2013, mereka memperkerjakan 42 penyandang cacat dan anak-anak putus sekolah. Kegiatan sosial dari Tiara Handycraft itu mendapat respon dan simpati dari berbagai pihak, bahkan, instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta berlomba-lomba untuk memberikan bantuan kepada Tiara Handycraft.

Achmadi (30), salah seorang penyandang cacat yang juga karyawan Tiara Handycraft mengisahkan bahwa dirinya dulu berasal dari panti Bina Sosial di Pasuruan dan ditawari magang di Tiara Handycraft. “Setelah beberapa bulan magang, saya langsung diterima untuk bekerja di Tiara Handycraft,” ujarnya. Hingga kini Achmadi dan puluhan karyawan penyandang cacat lainnya bekerja di Tiara Handycraft dan berkarya demi kesehjahteraan usaha dan mereka sendiri.

Tiara Handycraft juga terkenal dengan adanya nuansa harmonis di lingkungan usahanya.  Para karyawan dianggap sebagai saudara oleh pemilik usaha, Titik Winarti. “Mereka berkarya disini, tinggal disini dan kami melakukan beberapa kegiatan secara bersama-sama. Makan bersama, sholat berjamaah juga bersama-sama. Tujuannya untuk memupuk persaudaraan dan keakraban diantara kami,” ujar Titik Winarti.

Untuk meraih kesuksesan tentu dibutuhkan cara tersendiri, dalam hal ini Tiara Handycraft meraih kesuksesannya dengan banyak hal, salah satunya adalah melakukan promosi dari mulut ke mulut, menjamin kepuasan konsumen dengan cara menggarap permintaan tepat waktu, sesuai keinginan konsumen; juga tanggung jawab terhadap produk yang dibeli oleh konsumen. “Misalnya ketika ada barang yang dikirim pada pembeli, kemudian salah satu barang kedapatan kurang sempurna, maka konsumen boleh mengembalikannya kepada kami dan kami akan memperbaikinya,” ujar Yudha Darmawan.

Hingga kini setiap bulannya Tiara Handycraft menerima ribuan order. Produk unggulan mereka yakni souvenir, tas, seprei, korden dan beragam olahan tekstil untuk kebutuhan rumah tangga. Ditilik dari omzet, mereka mampu meraih penghasilan sebesar 60 juta per bulan. Luar biasa bukan? Tentu Tiara Handycraft yang sukses secara sosial juga finansial, terbukti mampu memutarbalikkan pandangan negatif tentang para penyandang cacat, bahwa mereka juga mampu berkarya.


Dapat Perhatian Presiden Hingga Sekjen PBB

Kesuksesan Tiara Handycraft dari sisi sosial juga finansial mendapat respon positif dari pemerintah, bahkan sampai ke telinga Presiden! Titik Winarti mengisahkan bahwa Presiden tergugah atas kepedulian Tiara Handycraft kepada para penyandang cacat. Pada 2005 Titik Winarti mendapat kesempatan bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia.

“Bu, Indonesia membutuhkan orang-orang seperti anda agar bangsa ini menjadi kuat. Itu kata Presiden kepada saya,” ungkap Titik Winarti. Setelah diberi kesempatan bertemu, Presiden bersama Ibu negara juga berkesempatan melihat-lihat produk dari Tiara Handycraft.

Berbagai penghargaan yang dialamatkan kepada Tiara Handycraft, juga penghargaan secara individu terhadap sang pemilik, membuat Tiara Handycraft dilirik untuk ambil bagian dalam Sidang Umum PBB yang diperuntukkan bagi para pengusaha Mikro dalam tajuk Pencanangan Tahun Microedit International pada tahun 2005. Dalam Kesempatan tersebut, Titik Winarti mendapat kesempatan berpidato di depan sidang umum dan mendapat standing applause. “Banyak dari mereka yang terkesan terhadap Tiara Handycraft yang memberi kesempatan kepada penyandang cacat untuk berkarya dan mengembangkan potensi diri,” ujar perempuan yang juga pernah meraih penghargaan International visitor leadership program bertajuk ‘Women and Enterpreneurship’ dari USA itu.

bersama Mrs. Kofi Annan
Sekjend PBB bersama Istri seusai sidang berkesempatan melihat-lihat produk Tiara Handycraft. Mereka berdua, papar Titik Winarti sangat terkesan dengan produk olahan tekstil Tiara Handycraft dan tidak menyangka bahwa itu semua merupakan hasil karya para penyandang cacat.
Tiara Handycraft dalam berbagai kesempatan sering mengekspor produknya. Pada tingkat domestik, Tiara Handycraft rutin mengirim produknya dari Jawa ke Bali. Tingkat ekspor, mereka sering mengekspor produk mereka ke berbagai negara seperti Belanda, Brazil, dan secara rutin memasok produk kerajinan di Conecticcut, Amerika Serikat. Mereka cukup sukses merambah pasar luar negri, dan kesuksesan itu semakin dirasakan usai mereka memamerkan produknya dalam pameran-pameran handycraft di luar negri, terlebih setelah pemiliknya, Titik Winarti mendapat kesempatan tampil di sidang umum PBB hingga kerap menjadi pembicara di luar negri.

# tulisan ini pernah dimuat di Surabaya Post edisi minggu, 27 Januari 2013
# foto2 diantaranya diambil dari blognya tiara handycraft






Jumat, 15 Februari 2013

SVC SMAN 6 SURABAYA



 BIODATA

Nama ekskul   : SVC (Sixers Voice Choir)
Jenis ekskul     : Paduan Suara
Sekolah           : SMA 6 Surabaya
Berdiri Sejak   : 2002
Pembina          : Ika Mustikawati
Ketua              : I Komang Dewi

Pengajar :
  1. Bimo Wicaksono, Artistik, Make up
  2. Prita Kartika, Vokal, Koreografi
  3. Bayu Werdianto, Pianis, Arranger
  4. Christian Aldo Simanjutak, Classic Voice
  5. Annas, Vokal

Prestasi :

2005 :
-           Juara 1 dan Juara Favorit Female Choir
2010 :
-          Juara 2 Surabaya Choir Competition
-          Juara 1 Deteksi Pop Group
-          Medali Emas Malaysia Choral Eisteddfod (MCE)
2011 :
-          Juara 1 Deteksi Pop Group
-          Juara 1 Pekan Seni Pelajar Surabaya
-          Juara 2 Pekan Seni Pelajar Jawa Timur
-          Juara 2 Surabaya Choir Competition
2012 :
-          Juara 2 Lomba Paduan Suara Universitas Airlangga
-          Medali Emas Xinghai Prize, Guang Zhou Open Competition 





SVC, Ekskul Paduan Suara Kelas Dunia yang Sempat Dipandang Sebelah Mata

Alunan lagu Bycycle Race ciptaan Queen menggema dengan merdunya. Paduan suara itu membawakannya dengan sebuah komposisi nada yang menghentak penuh semangat. Setiap individu memiliki porsinya masing-masing. Nada vokal yang dipecah menjadi beberapa bagian membentuk harmoni yang memanjakan telinga.

Luar biasa! Itulah kata yang pantas untuk diberikan pada SVC (Sixers Voice Choir), kelompok ekstra kurikuler SMA 6 Surabaya. Total tiga buah lagu yang pernah membawa mereka meraih gold medal pada kejuaraan internasional di China diperdengarkan di hadapan Surabaya Post.

SVC hingga saat ini telah meraih segudang prestasi dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Namun siapa sangka jika ekstra kurikuler itu pernah mengalami masa-masa sulit hingga nyaris dibubarkan? Cerita tentang lika-liku eksistensi mereka tentu mrnarik untuk disimak.

Sixers Voice Choir didirikan pada tahun 2002 oleh sekumpulan pelajar yang memiliki hobi bernyanyi. "Waktu awal didirikan anggotanya hanya 5 orang dan tanpa pelatih. Jadi kakak-kakak kelas kami waktu itu berlatih sendiri," ujar Nawalita, salah satu anggota SVC. Saat itu, kenang mereka adalah masa-masa sulit bagi SVC, mengingat pada awal berdirinya mereka nyaris tanpa kegiatan selain latihan rutin, sekalipun pernah, hanya satu-dua kali mereka menyelenggarakan obade.

Pada tahun 2003 hingga 2004, SVC bahkan mengalami kevakuman. Hal itu disebabkan karena peminat ekstra kurikuler tersebut sangat sedikit  hingga pada akhirnya tahun 2004 atas inisiatif beberapa siswa SMA 6 yang kebanyakan perempuan, mereka menggiatkan kembali kegiatan ekstra kurikuler itu.

"Tahun 2004, karena peminat sangat sedikit, sekolah sempat hendak menutup ekstra kurikuler SVC, namun karena perjuangan kakak-kakak kami waktu itu, akhirnya sekolah mau mempertimbangkan, dengan syarat SVC harus memiliki prestasi," ujar Made Kartika, anggota SVC. Dari ultimatum itulah menurut kisah para anggota SVC yang dibeberkan pada Surabaya Post membuat para anggota di tahun 2004 berpikir dan berjuang keras demi meraih prestasi.

Secara kebetulan pada tahun 2005 sekolah SMA 6 mendapat info lomba Female Choir, yakni sebuah lomba menyanyi grup perempuan skala lokal di tingkat pelajar. Tanpa panjang lebar SVC dengan rasa percaya diri tinggi mengikutsertakan kelompoknya pada lomba itu. "Nah kebetulan waktu itu anggotanya ada 20 orang dan semuanya perempuan. Jadi ya mereka ikut semua dalam lomba Female Choir itu," ujar Ika Mustikawati, pembina SVC yang juga merangkap sebagai guru biologi SMA 6 Surabaya.

Female Choir, lomba pertama yang diikuti oleh SVC berhasil dengan memuaskan. Mereka sukses meraih juara 1 sekaligus juara favorit pada ajang perlombaan itu. Prestasi pertama mereka itu direspon pihak sekolah dengan cukup baik. "Intinya sekolah sangat gembira dengan hasil prestisius yang diraih oleh SVC. Terbukti, SVC yang awalnya dipandang sebelah mata pada akhirnya bisa meraih prestasi," ujar Yudhistira Eka Putra, anggota SVC.

Hasil memuaskan itu tentu melecut semangat siswa yang tergabung dalam ekstra kurikuler paduan suara SVC di SMA 6 Surabaya. Secara perlahan tapi pasti peminat ekstra kurikuler itu semakin bertambah. Pihak sekolah dan siswa akhirnya mendatangkan beberapa pelatih berkualitas. Salah satu pelatih yang pertama kali bergabung sebagai tim pengajar adalah Prita Kartika. Pengajar pertama itu mengajarkan teknik vokal dan koreografi pada anak didiknya di SVC. Perkembangannya hingga kini SVC telah memiliki 5 orang pengajar.

Pengalaman juara pada 2005 rupanya memberi semangat luar biasa pada tim SVC. Adanya pengajar paduan suara yang juga ulet membina dan mengasah kemampuan mereka menjadikan SVC matang di dunia paduan suara. Mereka melakukan latihan secara intensiv dan mengikuti lomba-lomba. Total, pada 2010, mereka mengikuti 3 lomba paduan suara, diantaranya adalah ‘Surabaya Choir Competition’, menjadi juara 2, ‘Deteksi Pop Group’ mendapat peringkat 1, hingga mereka dikirim sebagai wakil Indonesia untuk mengikuti lomba paduan suara kategori mix youth di Malaysia dengan tajuk MCE (Malaysia Choral Eisteddfod), tingkat internasional dan berhasil membawa pulang gold medal!

“Meraih gold medal dalam kejuaraan paduan suara internasional tentu semakin menambah gairah SVC untuk terus berprestasi. Sepanjang tahun 2010 hingga 2012, kami tidak pernah terlempar dari 3 besar, kalau boleh dibilang ya 2 besar, sebab kami selalu menjadi juara 1, kadang-kadang juara 2. Di bawah 2 kami tidak pernah,” ungkap Rizki Ramandityo, anggota SVC.

Mempertahankan gold medal yang diraih pada tahun 2010 di Malaysia tentu bukan urusan mudah. Pada 2012 mereka kembali mewakili Indonesia di kejuaraan paduan suara kategori mix youth di China, bertajuk ‘Xinghai Prize Guang Zhou Open Competition 2012’.

Berkat usaha keras dan kekompakan, mereka berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata dunia dengan kembali meraih sekaligus mempertahankan gold medal yang mereka dapatkan di China dua tahun sebelumnya.


Dari Gubernur ke Presiden, Dari Malaysia ke China

Setelah aktif mengoleksi piala dari kejuaraan lokal hingga nasional, pergi mengikuti kejuaraan internasional dengan beban nama bangsa di pundak adalah sesuatu yang dibawa oleh para siswa yang tergabung dalam ekstra kurikuler paduan suara SVC dari Indonesia ke Malaysia hingga China.

“Semua pihak all out membantu upaya kami mewakili Indonesia dalam kejuaraan internasional. Dari pengajar ekstra, kami para siswa, orangtua, guru, gubernur, pemerintah hingga presiden,” ujar Alifia Safira, anggota SVC. Menjelang keberangkatan, orangtua dan siswa bahu-membahu menjadi panitia keberangkatan.

Para guru memberi support, hingga Gubernur Jatim, Soekarwo, menyempatkan datang dan memberi semangat. “Kata Pak Gubernur, pemerintah akan mendukung penuh usaha kami. Begitupula pesan Pak Presiden ketika kami diundang beliau untuk tampil di gedung Grahadi, Surabaya,” ucap Rahel Eunike, anggota SVC

Sesampainya di Malaysia dalam rangka kejuaraan internasional, mereka langsung dihadapkan pada ratusan kontestan dari berbagai belahan dunia. “Begitupula yang terjadi di China. Kami sempat deg-degan karena mereka keren-keren. Tapi yang membuat kami sedikit lega, mereka menganggap kami paling heboh dan keren.

Mengapa? Dari kostum dan penampilan kami, sangat unik dan benar-benar meng-Indonesia,” terang Erisa Nur, anggota SVC. Dari kejuaraan di Malaysia dan China, kedua-duanya mendapat gold medal. Nama Indonesiapun dibuat harum karenanya. Dewan Juri yang berasal dari beberapa negara menyebutkan, selain tekhnik vokal yang baik, penampilan mereka juga unik, kreatif, dan menonjolkan segi kebudayaan Indonesia.

“Itulah kelebihan SVC yang tidak dimiliki paduan suara lain. Setiap kali tampil kami selalu mengenakan pakaian daerah, lagu daerah dan menonjolkan koreografi tarian daerah. Jadi ada sisi kebudayaan Indonesia yang kami tampilkan,” ujar Bagas Mardiansyah, anggota SVC.

Bagaimana kiat-kiat SVC hingga mencapai kesuksesannya? Menurut Bayu Werdianto, salah satu pengajar, mengatakan bahwa sistem latihan mereka sama seperti paduan suara lain, yakni diawali dengan pemanasan fisik, pemanasan vokal, vocalyzing, latihan notasi, membentuk dinamika antar bagian-bagian, kemudian masuk ke dalam lagu dan penataan koreografi. “Yang membedakan adalah cara kami dalam menjalin keakraban antar anggota. Di dalam SVC tidak ada senioritas-yunioritas, yang ada adalah keluarga. Sesi latihan kamipun dilakukan dengan have fun dan penuh kehangatan,” pungkasnya.


QUOTE


 


Made Kartika, anggota SVC
“SVC adalah keluarga kedua bagi kami. Karena kekeluargaan itu kami bisa menyatu dan menyanyi dengan hati. Kami punya kemauan dan tekad yang besar”





 Rahel Eunike Priskila, anggota SVC
“Salah satu alasan saya masuk ke SMA 6 adalah SVC. Di dalam SVC kami diajarkan untuk professional di semua kegiatan dan dalam kondisi apapun”









Rizki Ramadityo, anggota SVC
“SVC adalah keluarga yang nyaman. Selain melatih ketrampilan bernyanyi, saya menjadi lebih percaya diri dan belajar berbagai segi artistik”




 


Erisa Nur Agmelina, anggota SVC
“SVC berbeda dengan ekstra kurikuler lain. Belajar musik secara santai dan serius dan penuh rasa kekeluargaan. Selain itu bergabung dengan SVC, kami dapat meraih banyak prestasi, bahkan membawa nama harum Indonesia”



 

Ika Mustikawati, Pembina SVC
“Paduan Suara bagi saya adalah sebagai sarana menyalurkan bakat dan minat siswa sambil belajar berorganisasi, bersosialisasi dan upaya menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri, menjaga emosi dan menjalin kebersamaan dan masih banyak aspek positif yang bisa diambil”

 


Bagus Werdiyanto, pengajar SVC
“Suasana SVC itu selalu bikin kangen. Satu dengan yang lain akrab bak keluarga. Paduan suara yang baik adalah jika setiap orang di dalamnya merasa nyaman seperti keluarga dan bisa saling menghormati. Tidak cukup bersuara bagus saja, namun juga harus punya attitude”

 


 Yudhistira Eka Putra, anggota SVC
“Dalam paduan suara, selain dibutuhkan kekompakan dalam suara, setiap anggotanya harus satu hati, satu tekad dan satu tujuan untuk meraih prestasi. Seperti yang ada dalam SVC ini”




# Tulisan ini pernah dipublikasikan di Surabaya Post, 03 Februari 2013