Cari Blog Ini

Kamis, 30 Mei 2013

KOPERJATI: Komunitas Perupa Jawa Timur




Nama Komunitas        : Komunitas Perupa Jawa Timur (KOPERJATI)
Berdiri Sejak               : 2004
Ketua Komunitas        : Muit Arsa
Penasehat                    : Agus Koecing
Base Camp                  : Balai Pemuda Surabaya
Sekretariat                   : Jl. Pulo Wonokromo 255, Surabaya
Anggota Aktif             : 50 orang



Koperjati: Wadah Ekspresi Perupa Se-Jawa Timur

Dewasa ini perkembangan seni rupa Indonesia yang semakin mengalami kemajuan membuat semakin banyak jumlah perupa yang muncul ke permukaan. Adu kreativitas serta kreasi berlangsung di antara para perupa tersebut. Tentunya peran media massa, internet serta keterbukaan informasi membuat para perupa tidak pernah kehilangan referensi dan pengetahuan tentang dunia seni rupa.

Di Jawa Timur sendiri banyak berlangsung even pameran seni rupa yang diselenggarakan di berbagai daerah. Adanya dewan kesenian yang tersebar di daerah-daerah di Jawa Timur memberikan kesempatan bagi para perupa untuk bisa memamerkan karya-karyanya. Selain itu, dewan kesenian banyak memberikan informasi seputar seni rupa yang juga berguna bagi eksistensi para perupa di berbagai daerah.

Sebagai ibukota provinsi, Surabaya merupakan dambaan dari para perupa daerah untuk bisa berpameran di kota tersebut. Tentunya status sebagai kota Metropolitan dimana perputaran roda ekonomi serta keterbukaan informasi membuat perupa dari berbagai daerah berlomba-lomba untuk bisa berpameran di kota itu. Tentunya tidak mudah bagi para perupa, utamanya pemula untuk bisa berpameran di Surabaya, karena selain perupa lokal jumlahnya telah membludak, keterbatasan ruang pamer juga menjadi kendala.

Berdasarkan kegelisahan tersebut, Muit Arsa, seorang seniman seni rupa Surabaya berinisiatif mendirikan sebuah wadah untuk bisa menaungi seluruh perupa dari berbagai daerah di Jawa Timur. Jaringan luas yang dimiliki oleh Muit Arsa di Surabaya, terkait akses ke dalam sarana-sarana ruang pamer serta informasi tentang kolektor-kolektor seni ingin ia manfaatkan bagi para perupa di Jawa Timur untuk bisa eksis di dalamnya.

“Wadah itu selain sebagai sarana berpameran perupa Jawa Timur di Surabaya, juga berfungsi sebagai sarana ekspansi karya kami ke luar Surabaya, ke daerah-daerah di Indonesia, bahkan harapannya bisa membawa perupa Jawa Timur berpameran hingga ke luar negri,” ungkap Muit Arsa. Walhasil, dengan usaha kerasnya, tepatnya pada tahun 2004 ia mampu mengajak puluhan perupa dari berbagai daerah di Jawa Timur, bergabung dalam suatu wadah yang dinamakan Koperjati (Komunitas Perupa Jawa Timur).

Dengan harapan mampu mengakomodir para perupa Jawa Timur untuk bisa mengembangkan kreasi, kreativitasnya dengan berpameran di Surabaya dan Indonesia, Koperjati pada 2004 membuat gebrakan awal, yakni mengadakan sebuah pameran seni rupa yang dinamakannya pameran ‘Lintas Generasi’. Pameran itu diselenggarakan di Balai Pemuda, Surabaya, dan mengikutsertakan 70 perupa dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga perupa berusia lanjut. Gebrakan awal ini mendapat respon positif dari masyarakat Surabaya juga pengamat-pengamat seni rupa di Surabaya. Gebrakan awal yang melibatkan perupa lintas generasi itupun tak ayal membuat nama Koperjati mulai dikenal.

Gebrakan awal yang cukup mendapat respon positif dari masyarakat serta para pengamat seni itu rupanya tak cukup sampai disitu. Berbagai kegiatan yang mereka adakan dalam perjalanannya juga banyak menyita perhatian dari masyarakat luas. “Setiap tahun kami mengadakan beberapa kali even pameran dan selalu mendapat respon dari masyarakat,” ujar Hadi Gondrong, salah satu anggota Koperjati.

Tercatat dari tahun 2004 hingga kini Koperjati telah melakukan 12 kali pameran di Surabaya dan di berbagai daerah di Jawa Timur. Dalam setiap pameran, mereka melakukan sistem seleksi untuk menjaring karya-karya yang layak pamer. “Sistem seleksi ini melibatkan banyak pengamat seni, sehingga kami selalu bisa menjamin mutu dan kualitas karya yang dipamerkan. Maka dari itu Koperjati semakin dikenal masyarakat karena di dalamnya banyak perupa-perupa berbakat,” ungkap Juniarto, anggota Koperjati yang juga guru seni rupa di sekolah swasta itu.

Dalam perkembangannya, Koperjati semakin dikenal masyarakat luas. Perupa-perupa dari berbagai daerah secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan tiap tahunnya dan seiring perkembangan waktu, intensitas media massa dalam mengekspos keberadaan Koperjati semakin ramai dan tentu membuat anggota mereka semakin banyak. “Keberadaan media massa juga berpengaruh terhadap eksistensi kami dan pemberian informasi kepada para perupa daerah untuk bergabung,” ujar Wahyudi, anggota Koperjati. Diterangkannya pula, bahwa anggota Koperjati memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari guru, dosen, pengusaha, PNS hingga petani daerah.

Selain mengadakan even pameran rutin, Koperjati kerap kali mengadakan even-even semisal melukis bersama yang diikuti oleh puluhan anggotanya. Kegiatan melukis bersama itu kerap diadakan di berbagai tempat, seperti di gedung kesenian, cafe, hotel maupun tempat-tempat lain di Surabaya. Selain itu mereka juga kerap menyewa model untuk acara lukis model dan pergi ke daerah-daerah tertentu untuk melukis landscape secara bersama-sama.

Selama ini Koperjati dalam hal menjaga silahturahmi antar anggota, mereka kerap mengadakan diskusi seni dan ngobrol santai di sekretariat mereka di Jl.Pulo Wonokromo 255, Surabaya. Tiap sebulan sekali mereka selalu menyempatkan diri untuk silahturahmi ke berbagai daerah untuk berkumpul dengan para anggotanya di daerah-daerah. “Anggota kami tersebar di berbagai daerah. Jadi, kami selalu menyempatkan diri untuk mengadakan acara kumpul bareng di berbagai daerah,” ujar Misgeiyanto, anggota Koperjati.

Sekalipun beranggotakan individu dari keilmuan yang sama, yakni seni rupa, Koperjati mampu menjaga kesolidan organisasinya. “Tidak ada aroma persaingan yang buruk disini; yang ada adalah saling mengisi. Persaingan dalam hal kualitas itu biasa. Kami sering berbagi tekhnik melukis,” ujar Asep, salah satu anggota Koperjati.

Koperjati yang berdiri sejak 2004 dan tetap eksis hingga sekarang adalah suatu keberhasilan bagi tiap anggotanya, mengingat, iklim komunitas kesenian di Surabaya yang akrab dengan nuansa persaingan sangat kental. Keberhasilan itu memancing kekaguman dari seorang Agoes Koecing, kurator seni rupa nasional yang kini menjabat sebagai penasihat Koperjati. “Anggota Koperjati tersebar di berbagai daerah, dan hingga kini mereka masih tetap eksis serta sangat solid. Salut!,” ujarnya.



Kepedulian dalam Tema Karya Seni Rupa

Dua belas kali pameran seni rupa hingga sekarang bukanlah suatu hal yang bisa dipandang sebelah mata. Itulah hasil kerja keras Koperjati, komunitas seni rupa Jawa Timur yang beranggotakan puluhan perupa dari berbagai daerah.

Jika kita banyak membaca kecenderungan seni rupa baik di Indonesia maupun dunia, pergerakan-pergerakan seni rupa avant garde kerap dipelopori oleh para individu dan tidak jarang pergerakan itu merupakan buah pemikiran sebuah komunitas seni. Di Indonesia kita mengenal Kelompok Seni Rupa Bermain (KSRB) yang aktif dengan tema-tema kritis terhadap pemerintahan, maupun komunitas-komunitas lain yang tersebar di berbagai wilayah. Lalu bagaimana dengan Koperjati?

“Dalam setiap pameran sebenarnya kami kerap tidak membatasi ekspresi para perupa dalam kerangka tematik tertentu. Namun adakalanya kami membuat tema-tema yang berkaitan dengan kepedulian, baik kepedulian sosial maupun budaya,” ungkap Sulton, anggota Koperjati.

Kepedulian sosial dalam tematik pameran Koperjati telah beberapa kali diwujudkan, seperti penyelenggaraan pameran yang hasilnya didonasikan untuk korban bencana lahar merapi beberapa tahun yang lalu, juga pameran-pameran lain yang hasil penjualannya dipergunakan untuk amal.

Pada pameran yang akan digelar beberapa bulan ke depan, Koperjati akan mengadakan pameran dengan tema kepedulian terhadap kesenian reog. “Jadi kami akan melukis segala sesuatu tentang reog. Tema itu merupakan wujud kepedulian kami terhadap kesenian reog, agar jangan sampai diklaim bangsa lain,” tukas Jiyu, anggota Koperjati.

Ke depan, selain menyelenggarakan pameran di Surabaya, Koperjati akan menyelenggarakan pameran keliling Indonesia, bahkan beberapa bulan ke depan mereka akan berangkat ke Malaysia untuk berpameran di negri jiran itu.

Tentu kepedulian, baik sosial maupun kebudayaan sangat dibutuhkan di negri ini. Komunitas-komunitas dan individu-individu telah banyak yang memulainya. Bagaimana dengan kita? m17



Komentar

 

Muit Arsa, Ketua Koperjati
“Koperjati adalah wadah untuk mengakomodir para perupa di Jawa Timur agar bisa tetap eksis dan berpameran di berbagai kota di Indonesia, bahkan di luar negri. Mari membangun seni rupa Jawa Timur untuk bisa lebih baik lagi”






 

Agus Koecing, Penasehat Koperjati
“Koperjati adalah komunitas yang mempunyai gerakan bersenirupa yang konsisten, solid dan tidak segan berdiskusi dengan orang yang dianggap mampu berdiskusi, demi kebaikan mereka semua”






 

Misgeiyanto, anggota Koperjati
“Di dalam Koperjati para perupa bisa saling bertukar wawasan berkesenian yang membuat pengetahuan kami semakin bertambah, baik dalam tekhnik berkarya maupun wawasan seni”






 

Juniarto, anggota Koperjati
“Kehadiran Koperjati di tengah-tengah seniman Jawa Timur sangat terasa, terutama bagi seniman daerah dimana mereka bisa ikut berpameran bersama-sama. Komunitas ini penuh kekeluargaan dan solidaritas





 



Mang Asep Bandung, anggota Koperjati
“Koperjati mengakomodir para seniman di Jawa Timur dan tetap eksis di tengah isu-isu industri kreatif yang sedang dinyalakan dimana-mana. Tidak lupa, Koperjati juga bisa mengakomodir kesenian lokal dan kearifannya”








*Tulisan ini pernah dimuat di Surabaya Post

Selasa, 21 Mei 2013

Riswan 'Gondo' Hamdani. Kisah Pembuat Gitar Sidoarjo





Nama                                       : Riswan Hamdani (Gondo)
Tempat Tanggal Lahir             : Sidoarjo, 11 Maret 1983
Alamat                                    : Bungurasih Timur no. 12, RT 04, RW 01, Sidoarjo
Nama Istri                               : Anita Kurniawati

Riwayat Pendidikan               :
1.      SD Darul Ulum, Sidoarjo
2.      SMP Wachid Hasyim, Sidoarjo
3.      Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Surabaya



Kisah Pengrajin Gitar Muda Ternama Asal Sidoarjo

“Saat itu adik saya minta dibelikan gitar baru. Saya tak mampu mewujudkan keinginan adik saya karena dulu, kami sekeluarga hidup dalam kondisi yang sangat sederhana,” ujar Riswan Hamdani yang akrab dengan nama panggilan Gondo. Karena tidak mampu menuruti keinginan adiknya, ia mencoba-coba untuk membuat karya gitar sendiri, berbekal kemampuan seni rupa yang didapatnya saat SMA.

Untuk menuruti keinginan adiknya, ia akhirnya berusaha membuat gitar dengan bahan-bahan sederhana, seperti triplek, kayu dan semacamnya. Sebagai model konstruksi gitarnya, ia meminjam gitar merk Yamaha milik tetangganya. Kemudian gitar pinjaman itu dicontoh konstruksinya dan dibuat dengan alat-alat sederhana. Maka jadilah, gitar karya Gondo yang pertama kali.

Adiknya tentu saja sangat senang dengan karya kakaknya. Ia memamerkan gitar barunya itu pada teman-temannya. Ternyata, respon banyak orang ketika memainkan gitar milik Gondo sangat positif. Selain karena suaranya nyaring, konstruksi gitar karyanya begitu rapi dan tekhnik pewarnaan bodi gitarnyapun nyaris menyamai gitar produk luar negri.

“Hanya berbekal ilmu seni rupa yang saya peroleh ketika sekolah di SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa, kini namanya SMKN 11), juga karena respon masyarakat cukup bagus, saya memberanikan diri untuk membuat gitar lagi,” ujarnya. Saat mengawali niatnya itu, ia menyadari bahwa ia tidak memiliki modal sama sekali.
Bagaimana cara mendatangkan modalnya? “Gitar buatan saya untuk adik dulu saya jual lagi. Saat itu laku 75 ribu, dibeli oleh seorang pengamen dari Terminal Bungurasih. Soal adik saya, saya tidak peduli dia mau menangis atau marah. Namanya juga membuka usaha kan butuh pengorbanan,” ungkapnya sambil tertawa.

Uang 75 ribu hasil penjualan gitar itu ia pergunakan untuk membeli bahan-bahan keperluan produksi, seperti kayu, triplek dan lain-lain. Dari situlah usahanya perlahan mulai berkembang. Usahanya dibuka sejak tahun 1998 dan hingga 2001, langganannya adalah kumpulan pengamen dari Terminal Bungurasih. “Mereka jadi langganan ya karena pengamen yang membeli gitar buatan saya pertama kali. Mereka suka karena menurut mereka gitar buatan saya nyaring. Selain itu harga gitar saya murah, cuma 100 ribu waktu itu,” ujar pria yang Maret besok genap 30 tahun itu.
Karena usahanya yang selama 5 tahun berjalan datar-datar saja, Gondo mulai memberanikan diri untuk melakukan survei di produsen-produsen gitar di Jakarta. Selepas SMU ia melamar kerja di Yamaha Music Jakarta. Selama bekerja, ia mengamati cara memproduksi gitar dan setelah puas mendapat ilmunya, ia keluar dari pekerjaannya dan kembali lagi ke Sidoarjo.

Di rumahnya di Sidoarjo, ia  mengembangkan lagi usahanya. Berbekal pengetahuannya di Yamaha Music Jakarta, ia mulai memproduksi gitar dan bass akustik dan elektrik. Saat 2003 itulah, seiring dengan meningkatnya kualitas produk buatannya, usahanya itu mengalami kemajuan pesat. “Saat itu gitar saya jual mulai dari 250ribu-500ribu,” ujarnya.

Karena usahanya membuahkan hasil, ia dilirik oleh Pak Ngkos, seorang pengrajin gitar Internasional asal Surabaya. “Pak Ngkos melihat semangat saya untuk bekerja keras. Maka dari itu ia mau datang, bahkan sampai memberikan ilmunya untuk memproduksi gitar dan bass standart internasional pada saya,” paparnya.

Bagaimana standart gitar internasional? Riswan Hamdani alias Gondo memaparkan, bahwa standart gitar internasional memiliki ciri khas pada bahan-bahannya, yakni sound board gitar yang berbahan kayu Siprus, impor dari Kanada dan Jerman; sedangkan side gitar berasal dari kayu Brazilian Rosewood, impor dari Brazil. “Untuk konstruksi gitar, saya memakai model konstruksi Martin String, Taylor dan Gibson Les Paul,” ungkapnya. Model Martin String adalah model gitar akustik seperti yang dipakai Iwan Fals, model Taylor seperti yang dipakai Fadly ‘Padi’, sedangkan model Gibson Les Paul identik dengan yang dipakai oleh Elvis Presley sampai Andra ‘Dewa 19’.

Walhasil, mulai tahun 2008, usahanya mengalami peningkatan pesat. Produk gitarnya berharga mulai dari 750 ribu hingga 7 juta rupiah. Selain karena murah, produknya juga berkualitas. Itulah mengapa banyak pelanggan yang datang dan memesan gitar padanya.

“Untuk memesan gitar disini, pelanggan terlebih dahulu memberikan contoh model gitar sesuai keinginannya, dan memberi uang muka minimal 20%, maksimal 40%,” ujar Gondo. Ia mengungkapkan bahwa uang muka ia patok tidak lebih dari 40% karena dengan jumlah itu ia bisa mengatur keuangan. “Bila diatas 40%, saya takut uangnya terpakai atau tercampur aduk,” tambahnya.

Gondo mengatakan bahwa usahanya itu berani bersaing dengan produk gitar nasional. “Kelebihan usaha saya adalah sekalipun pemesan memesan gitar dengan harga yang paling murah, bahan baku yang kami berikan sudah berupa kayu. Sedangkan gitar produksi nasional, bila belum diatas harga 5 juta, bahan bakunya masih belum full kayu. Dominan triplek,” paparnya. Maka dari itulah jangka waktu pemesanan dan pengambilan barang berkisar antara 3-4 bulan, karena proses pembuatannya yang rumit.

Alhasil, hingga saat ini pelanggan gitar Gondo terdiri dari musisi-musisi dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Sulawesi, Kalimantan, hingga ke berbagai daerah di Pulau Jawa. Pelanggannyapun terdiri dari banyak kalangan, mulai dari artis lokal, amatir, professional hingga artis nasional. Sebut saja Frangky ‘Krom’ Mundu, bassist Kunto, drummer pemecah rekor dunia sampai Luki, gitaris Power Metal adalah pelanggan setianya.
Hingga kini, omzet yang diraih secara rutin per bulannya berkisar 14-15 juta. “Itu pemasukan rutin. Kalau sedang ramai ya bisa berlipat-lipat,” pungkasnya.


Berbagi Tips dan Minta Perhatian Pemerintah

Riswan Hamdani alias Gondo tidak segan-segan untuk membeberkan tips membuat gitar kepada saya. Menurutnya, tidak perlu mesin pabrik yang rumit, cukup dengan cara manual saja seseorang bisa membuat gitar berkualitas.

Awal membuat gitar, pertama kali adalah mendisain bodi gitar, setelah usai, kemudian side gitar ditekan ke dalam bodi, lalu disiapkan sound board yang telah terpasang brassing atau kerangka depan gitar, dan disambungkan ke side dan soundboard gitar sampai benar-benar lurus dan rapat.
Tahapan kedua adalah membuat back side gitar. “Back side gitar yang telah dibuat, dipasangkan ke dalam bodi gitar bagian belakang, lalu dirapikan dan pasang aksessoris. Setelah semua usai, tinggal pasang neck gitar, juga fret gitar, kemudian dicat. Bahan catnya adalah cat kayu, dan cat tidak boleh terlalu tebal karena akan mempengaruhi suara. Setelah usai, baru dipoles. Jadilah, sebuah gitar baru siap untuk dimainkan,” ujarnya.

Ditanya, soal kesulitan, Gondo mengatakan bahwa dalam pelaksanaan usahanya, tidak ada kesulitan sebab semua yang dirasa sulit itu dianggapnya sebagai tantangan bagi seorang pengrajin. Hanya, ia merasakan bahwa kesulitan terbesarnya adalah banjir. “Rumah dan lingkungan saya di Bungurasih Timur kerap jadi langganan banjir. Selama ini belum ada perhatian pemerintah setempat untuk menangani banjir di daerah ini, padahal daerah ini cukup dekat dengan terminal Bungurasih. Kalau banjir, terpaksa usaha kami liburkan sampai benar-benar reda banjirnya,” keluhnya.

Bicara soal kelebihan, Gondo mengatakan bahwa rasa bahagia ia dapatkan setiap kali melihat pelanggan merasa puas dengan produknya. “Itulah kebahagiaan terbesar yang dimiliki oleh seorang pengrajin. Selain itu pengrajin adalah seorang yang selalu antusias menghadapi tantangan baru,” pungkasnya.

Senin, 06 Mei 2013

R. Boediharjo: Mantan Atlet Sepakbola dan Resep Sehatnya




R. Boediharjo (paling kanan)



Biodata

Nama                           : R. Boediharjo

Tempat tanggal lahir  : Jogjakarta, 10 Juni 1937

Istri                              : (Alm) Sri Untari

Riwayat Pendidikan :
-          Sekolah Rakyat Kalasan, Jogjakarta
-          SMP 5, Jogjakarta
-          SMA Institut Indonesia 2, Jogjakarta
-          APPI (Akademi Pimpinan Perusahaan Indonesia)

Karier :
-          1960-1968       : Pegawai PN Pertani (Persero), Semarang, Jawa Tengah
-          1969-1970       : Pegawai Slumberger, proyek Pengeboran Pertamina, Surabaya
-          1970-1986       : Pegawai PT Udatin, assembling mobil, Surabaya
-          1990-2001       : Aktif di Organisasi Sosial Masyarakat
-          2004                : Anggota Panitia Pemilihan Umum tingkat kec


amatan
-          2005                : Ketua lansia RW Manukan Tama, Surabaya

Riwayat Klub Sepakbola :
-          1957-1958 : POK Kalasan
-          1959-1960 : Jogjakarta Putra, P.S Brawijaya
-          1960-1963 : PORIP, Purbalingga, Jawa Tengah

Prestasi :
-          Juara 1 Piala Segitiga di Ciamis, dengan Jogjakarta Putra
-          Juara 3 Kabupaten Banyumas, dengan PORIP


Terapkan Kedisiplinan Sebagai Pola Hidup!

“Saya masih ingat, Timnas Indonesia dulu pernah menahan imbang timnas Rusia pada Olimpiade sepakbola. Ketika itu usia saya sekitar 20 tahun,” ujarnya sambil mengingat kejayaan sepakbola Indonesia masa lalu pada pertandingan Olimpiade. Ketika itu Rusia yang notabene adalah raksasa sepakbola dengan kiper legendarisnya, Lev Yashin, berhasil ditahan imbang oleh timnas Indonesia dengan skor 0-0.

Sebagai mantan olahragawan sepakbola, maka tidaklah mengherankan bila sampai detik ini ia aktif mengamati perkembangan sepakbola Indonesia. Dialah R. Boediharjo, mantan olahragawan Jogjakarta yang ketika muda pernah bergabung dengan klub sepakbola professional, yakni Jogjakarta Putra sekaligus P.S Brawijaya; sebuah klub yang berada di bawah naungan PSIM (Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram).

Tidaklah mengherankan, sebagai mantan olahragawan sepakbola professional, Boediharjo hingga kini tampak segar bugar dan sehat walafiat. Rupanya olahraga rutin adalah salah satu kuncinya, selain kedisiplinan yang diterapkan pada kehidupan dan pola makannya. Ketika diwawancarai oleh Surabaya Post, ia bersedia untuk membeberkan kunci sehatnya. Bagaimana kisahnya?

“Disiplin dalam menerapkan pola hidup, menyangkut pola makan. Perbanyak minum air putih, hindari konsumsi daging berlebihan, apalagi jeroan. Itu tidak menyehatkan,” ungkap suami (Alm) Sri Untari, ahli tata rias nasional itu. Boediharjo juga menerangkan bahwa ia memperbanyak minum air putih setiap harinya. “Saya menghabiskan ini sebanyak 4 botol perhari,” ucapnya sembari menunjukkan botol air mineral ukuran sedang. Selain itu ia juga melarang keras konsumsi alkohol karena menurutnya dapat merusak kesehatan.

Boediharjo juga menerangkan bahwa disiplin pola hidup, menyangkut pola makan diterapkannya sejak tahun 1964. Ia menerangkan bahwa sejak tahun 1964 ia memutuskan menjadi vegetarian untuk menjaga kesehatannya. “Konsumsi sayur itu baik untuk kesehatan. Sayur mengandung banyak vitamin, juga kandungannya dapat membuat seseorang bisa tampak awet muda. Buktinya, saya sekarang tidak terlihat seperti umur 70 ke atas, bukan?,” ujar Bapak 5 anak itu sambil tertawa.
Kebiasaan berolahraga juga diterapkannya hingga kini. Ia mengaku sejak tahun 1981, ia memiliki kegiatan rutin bersepeda pancal setiap dua minggu sekali. Selain itu ia juga rutin berolahraga, jalan kaki setiap pagi selama 1 jam sehari. “Saya melakukan rutinitas itu hingga kini karena saya yakin dengan berolahraga, tubuh akan menjadi sehat dan segar bugar,” ujar mantan pegawai pengeboran minyak Pertamina itu.

Kegemaran utamanya selain berolahraga adalah bersosialisasi. Tercatat, sejak tahun 1970 hingga 2005 ia aktif bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, yakni sebagai RT maupun RW di daerah Manukan Tama, Surabaya. “Dengan bersosialisasi, saya bisa melihat karakter masyarakat dari berbagai latar belakang. Selain bisa jadi media pembelajaran bagi kita, kita bisa lebih membina persaudaraan, kerukunan dan sebagainya. Catat, bersosialisasi juga merupakan salah satu dari pola hidup sehat. Manusia kan mahluk sosial,” ujar ketua RW Manukan Tama itu.


Kalau Timnas Ingin Berprestasi, Tanamkan Semangat Nasionalisme!

Aktif di olahraga sepakbola sejak tahun 1957 dan berposisi sebagai bek kiri membuat Boediharjo tahu banyak tentang tekhnik-tekhnik bermain sepakbola. Kepada saya ia membeberkan tips untuk menjadi bek kiri yang baik. “Bek haruslah punya postur tinggi, rajin mengawal pergerakan lawan dan sebisa mungkin jangan melakukan kesalahan. Disiplin tim harus diterapkan, tak boleh individual dan yang penting, turuti instruksi pelatih,” ujarnya.

Disinggung mengenai kemunduran timnas Indonesia, kakek 4 cucu itu menyebutkan bahwa dari sisi pemain, stamina pesepakbola Indonesia sangat kurang. Ia kerap melihat dari tayangan televisi bahwa pemain timnas Indonesia kurang solid dalam melakukan koordinasi tim. “Mereka harus sesering mungkin melakukan latihan fisik dan lebih memperhatikan koordinasi tim. Mereka bermain dalam tim, bukan individual,” kritiknya.

Boediharjo juga memaparkan perbedaan antara pesepakbola jaman dulu dan sekarang. Menurutnya, pesepakbola jaman dulu tidak hanya fokus pada tekhnik, melainkan memiliki rasa sportivitas tinggi, juga nasionalisme. Para pesepakbola jaman dulu tidak memburu materi atau honorarium dan sebagainya, namun berdasarkan kecintaan terhadap sepakbola dan Indonesia. “Pemain sepakbola jaman sekarang kan beda. Mereka kebanyakan memburu honor, nasionalismenya kurang dan sepakbola seakan sekedar dibuat keren-kerenan. Kalau ingin berprestasi, tanamkan semangat nasionalisme!,” ujar mantan punggawa P.S Brawijaya itu.

Pesepakbola jaman dulu dengan kriteria yang telah dijelaskan oleh Boediharjo memang sarat dengan prestasi membanggakan. Pada Olimpiade sepakbola 1956, Indonesia dibawah asuhan Toni Pogacknik secara mengejutkan berhasil menahan imbang timnas Rusia. Saat itu Indonesia diperkuat oleh nama-nama seperti Tjiang Thio Him, Chairuddin Siregar dan lain-lain. “Saat itu usia saya masih 19 tahun. Saya tahu benar ketika itu Indonesia menahan imbang Rusia. Padahal, atlet sepakbola saat itu sebenarnya bukanlah orang yang benar-benar berlatarbelakang atlet, melainkan orang dari berbagai latar belakang yang mencintai sepakbola dan mencintai Indonesia,” ujarnya. Seperti diketahui, para pemain timnas pada tahun 1956 terdiri dari berbagai latar belakang, seperti pegawai negri, karyawan swasta dan lain-lain.

Berbagai momen indah ditorehkan Indonesia selama masa jayanya dulu. Selain menahan imbang Rusia di perempat final Olimpiade, Indonesia juga pernah meraih medali emas SEA Games maupun Perunggu Asian Games. Menurut Boediharjo pula, dukungan rakyat Indonesia kepada timnas saat itu begitu besar. “Pokoknya saat itu rasa nasionalisme sedang gencar-gencarnya. Dukungan penuh didapat timnas dari seluruh rakyat Indonesia yang begitu ingin nama bangsanya harum di mata dunia,” ujar mantan ketua lansia RW Manukan Tama, Surabaya, itu. 

Pada jaman ketika timnas Indonesia sedang mentereng, tentu Boediharjo juga punya atlet sepakbola idola. Disinggung mengenai idolanya, Boediharjo dengan mantap menjawab Rusli Ramang, striker timnas Indonesia asal Sulawesi, salah satu pemain yang terpilih sebagai starting line up pada saat timnas menahan imbang Rusia. “Dia striker hebat yang memiliki naluri untuk mencetak gol,” ujarnya. Bagaimana dengan pemain belakang idola? “Mahyadi Panggabean dari Sriwijaya F.C. Dia pemain belakang yang disiplin dalam menjaga pergerakan lawan,” tambahnya.
Mengapa sekarang timnas Indonesia minim prestasi? Disodori pertanyaan seperti itu, Boediharjo tampak menghela nafas panjang. “Yah, waktu itu PSSI belum ada dualisme. Semua pihak dapat bekerjasama demi kemajuan bangsa, tanpa kepentingan apapun,” ujarnya.

Minimnya prestasi dan carut marut kepengurusan PSSI membuat Boediharjo merasa prihatin. Dirinya rindu dengan kejayaan timnas Indonesia di masa lalu, dimana semua pihak turun untuk mendukung penuh timnas Indonesia. “Yah, semoga semua persoalan cepat terselesaikan. Pesan saya kepada seluruh pemain, pelatih maupun pengurus: jangan memperdagangkan sepakbola,” pungkasnya.