Minggu, 03 Juni 2018

Tanjung Kodok: Masa Lalu Numpang Lewat (sebuah memoar masa kecil)



Masa kecilku dulu sempat kulalui di Paciran, sebuah daerah di pesisir Lamongan. Tiap siang, aku dan adik-adik sepupuku pergi ke Pantai berkarang Tanjung Kodok. Beren
ang, mencari udang kecil, rajungan dan siput laut.
Dua batu besar berbentuk kodok dan semilir anginnya selalu bersahabat. Belum lagi lambai pohon-pohon kaktus yang kami lalui sebagai akses masuk pantai. Aku masih ingat, kaktus memiliki buah berwarna merah pekat. Kami sering memetiknya dan melumuri badan dengan air buah kaktus, hingga kami tampak seakan berdarah-darah.

Tentu masih segar dalam ingatan, kami berlompatan antara satu batu karang yang besar ke batu karang yang lain. Tangan kami berulur saling membantu agar langkah kami aman, sebab di bawah begitu curam, penuh dengan karang-karang tajam dan air laut yang dangkal.
Jika kami telah sampai di bibir pantai, kami segera berenang. Air laut kadang teduh, kadangpula mengganas. Di kejauhan, tampak perahu-perahu nelayan berlayar. Aku ingat pula bahwa si Tria, adik sepupuku, kakinya pernah tak sengaja menginjak hewan laut berduri. Aku sampai sekarang tak tahu nama hewan itu, namun mereka menyebutnya 'Kirung'. Bila 'Kirung' terinjak oleh kulit tubuh manusia, puluhan durinya akan menancap dan masuk ke dalam daging. Dengan tangan atau alat apapun, kita tak bisa melepaskan duri-duri itu. Namun ada pengobatan tersendiri yang masyarakat setempat sudah lama mahfum, bahwa duri-duri itu akan terlepas dengan sendirinya ketika bagian tubuh yang terkena bulu Kirung disiram dengan urine. Saat itu, kami beramai-ramai mengencingi telapak kaki si Tria dan memang ajaib, perlahan-lahan duri yang menancap begitu dalam, keluar dengan sendirinya.

Tapi memang masa kecil Tria sering apes. Selain pernah tertusuk Kirung, ia pernah pula jatuh dan mengalami patah tulang saat memanjat pohon beringin raksasa yang sampai saat ini masih berdiri menjulang di Penanjan, desa kami. Ia juga pernah pingsan secara tak sengaja ketika sedang bermain dengan salah seorang kakaknya.

Di bibir pantai Tanjung Kodok pula kami selalu teringat akan hangat suasananya. Adik-adik sepupuku yang lain, seperti Gaguk yang diam-diam menghanyutkan, Dwi yang sering berperan jadi penengah, Tria yang bolak-balik apes, Awin yang slowly dan Sandi yang pernah kebingungan mencari cara untuk pulang, karena saat berenang, seluruh pakaiannya kami bawa kabur, sampai saat ini kami sering membicarakan kenangan-kenangan itu dengan gelak tawa.

Tanjung Kodok menyimpan mitos-mitos yang aku dengar dari nenekku, bahwa di tiap-tiap malam tertentu, penguasa pantai Utara Jawa akan menampakkan diri di lautan, mengendarai ikan hiu berwarna putih. Belum lagi, ada penjaga gaib berupa wanita cantik bertubuh ular disana. Di Tanjung Kodok pula, terdapat sebuah makam keramat yang disebut makam tunggal, terletak persis di bibir pantai. Pagar berwarna merah mengelilinginya. 
Konon, makam tersebut menyimpan salah satu bagian tubuh Adipati Ranggalawe, penguasa Tuban yang disebut-sebut memberontak terhadap kekuasaan Majapahit. Dulu, seganas apapun ombak air laut mengikis karang dan daratan, makam itu aman tak terjamah.

Sedangkan kedua batu berbentuk kodok, salah satu monumen alam yang paling terkenal di Tanjung Kodok, menyimpan legenda tentang pasangan raja dan ratu kodok yang tinggal di sebuah kerajaan berbentuk gua, yang sempat mengalami peperangan melawan para raksasa, kemudian ditolong oleh seorang manusia. Ketika manusia itu pergi, raja dan ratu kodok berjanji akan menunggunya di pinggir lautan sampai ia kembali. Tapi sayang, ia tak kembali. Pasangan raja dan ratu kodok itu menanti kepulangannya hingga membatu. Gua tempat tinggal mereka yang saat itu tidak diketahui keberadaannya, kemudian secara tidak disengaja, ditemukan oleh penduduk sekitar saat sedang menggali. Gua itu dinamakan gua Maharani. Berkembanglah tafsir masyarakat sekitar, hingga sampai pada kesimpulan: paripurnalah teka-teki tentang keberadaan gua tempat tinggal raja dan ratu kodok. Tapi ada juga versi berdasarkan Ilham sang penemu sebelum menemukan gua itu: penghuninya seorang wanita cantik, busananya seperti ratu (Rani), dan roh gaibnya masih bersemayam disana; makanya gua itu dinamakan Maharani.

Sampai pada suatu hari ketika kendaraan-kendaraan besar masuk, menghancurkan pepohonan kaktus, menggali dan mengubah struktur bukit hingga yang nampak hanya warna putih khas bebatuan gamping, dan tinggal menyisakan debu-debu beterbangan di udara. Saat itulah Tanjung Kodok ditutup untuk umum. 

Keseharian yang tampak hanya lalu-lalang kendaraan-kendaraan berat.
Setelah beberapa bulan berlalu, wajah wisata Tanjung Kodok telah berubah sepenuhnya. Halaman depan yang dulu biasa dipakai pedagang kaki lima yang menjual pernak-pernik, juga bapak tua pemikul wadah bambu berisi minuman legen (minuman dari buah Siwalan) tak tampak lagi. Mereka digantikan oleh keangkuhan megah kelas atas: hotel sekaligus resort yang berdiri menantang. Di bagian timur, berdirilah Wisata Bahari Lamongan (WBL).

Masyarakat sekitar, tak lagi bisa masuk ke dalam tempat yang telah diakrabinya puluhan tahun, kecuali jika memang mereka punya duit dan mau bayar. Kamipun hanya bisa melihat batu kodok dari jauh, tepatnya dari sisi pantai sebelah barat. Harus bersusah-payah untuk sekedar kembali mengakrabi memori masa lalu.

Di satu sisi, pembangunan yang telah merubah struktur alam keseluruhan wisata Tanjung Kodok itu punya sisi positif. Perekonomian warga terangkat. Masyarakat dapat berdagang di sekitar area itu. Jumlah pengangguran pun menurun, karena banyak diantara masyarakat yang dipekerjakan di dalamnya. Ya, jika tak punya uang untuk mengakrabi masa lalu, maka solusinya, bekerjalah pada pemilik baru.

Memang perubahan wisata alam Tanjung Kodok menjadi wisata buatan berupa hotel dan WBL, patut diperhitungkan demi mengangkat perekonomian masyarakat sekitar yang sejak lama mengandalkan hidup dari hasil laut dan hewan ternak. Namun, ada satu bagian kami yang hilang: keakraban terhadap alam yang alami telah dipaksa menjadi sebatas memori. Hinggap untuk sekedar dikenang, dan sekedar diceritakan. Anak-anak kami sekedar mendengar.

*Foto diambil dari Google dan kiriman dari Dimas Antovoni*

1 komentar:

  1. DonacoPoker Agen Poker Online Terbaik

    DonacoPoker memberikan kesempatan kepada anda untuk menikmati segala kemudahan dan kenyamanan bermain yang tidak bisa Anda dapatkan disitus-situs lainnya. Seperti :
    1. Deposit via OVO
    2. Pelayanan yang sangat memuaskan
    3. Mau withdraw berapa pun pasti dibayarkan
    4. Menyediakan 7 permainan dalam 1 user ID
    5. Banyak Promo menarik
    Nah, cukup banyak kan keuntungan yang anda dapat kan. Jadi tunggu apalagi, segera bergaubung bersama kami yuk :
    WHATSAPP : +6281333555662
    atau langsung di Livechat kami www(titik)donacopk(titik)com

    >>>DAFTAR<<<

    Poker Online Indonesia

    BalasHapus