Siap sangka limbah, sampah, maupun gulma tanaman bisa dijadikan bahan baku yang membawa keberuntungan. Dengan tangan kreatif dan inovatif, bahan-bahan seperti eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, batok kelapa, daunan dan bunga kering bisa mendatangkan keuntungan sampai 200%. Ir. Supardi (46) dan Wiwit Manfaati (46), adalah konseptor sekaligus pemilik UKM dengan nama CV. Rizqan Mufidah. UKM tersebut jadikan bahan tak bermanfaat jadi bermanfaat.
Handycraft Training Center yang ada dalam CV Rizqan Mufidah selama ini kerap memberikan pelatihan
kerajinan eceng gondok, aneka souvenir, aksesoris manik-manik, sulam pita,
rangkaian hantaran bahkan batik tulis. Kreativitas ini tak hanya disebar
dilingkungan sekitar, Supardi juga didapuk menjadi pelatih kerajinan tangan di
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker tahun 2008), Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas tahun 2010), Dinas Koperasi, beberapa LSM, dan saat ini di
kontrak 1 tahun untuk mengadakan pelatihan Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos).
Awal mula kreativitas ini terbentuk pada Oktober 2007 yakni dari inisiatif Wiwit, seorang ibu dari tiga orang anak yang awalnya mengikuti pelatihan pemanfaatan eceng gondok yang sangat melimpah di daerah Kebraon, Surabaya. Pelatihan yang diikutinya tersebut membuat dirinya selalu penasaran dengan bentuk anyaman enceng gondok yang terlihat bagus dan rapi.
“Saya orang yang tidak terima kalau kerjaan jelek, melihat contohnya kok bagus. Sampai 8 kali saya belajar menganyam akhirnya berhasil. Dari situlah produk yang saya buat dilirik tetangga sekitar. Akhirnya berani menjual hasil karya saya yang pertama, “ jelas wanita asli Sidoarjo tersebut.
Dengan gencar-gencarnya acara Green and Clean di kota Surabaya pada tahun 2008, kelurahan Kebraon RW 13 menjadikan kerajinan eceng gondok sebagai produk unggulan yang ditampilkan. Dari sinilah pemerintah kota mengetahui adanya produk unggulan yang bagus dari kerajinan eceng gondok untuk dijadikan peluang bisnis UKM yang kedepannya pasti bersinar.
Tawaranpun banyak berdatangan, diantaranya undangan untuk mengikuti pameran. CV Rizqan Mufidah pertama kali ikut serta dalam pameran di Gramedia Expo pada bulan Maret 2008. Berbagai pameran maupun event baik skala provinsi maupun nasional akhirnya sering diikutinya. Akhirnya Ir. Supardi sebagai suami yang tak tega melihat isterinya bergelut sendiri dengan peluang usaha yang begitu bagus, ikut terjun dan membantu usaha ini.
“Saya kali pertama megikuti pameran dengan isteri sampai merinding, padahal kita pemain baru, tawaran dari media untuk liputan sekaligus dari berbagai instansi yang mendukung usaha ini untuk menjadi unggulan yang bagus. Akhirnya saya putuskan untuk nyemplung sekalian. Kata orang Jawa bilang cincing-cincing gak wurung kepeh, artinya, kalau mau basah ya harus basah sekalian,” jelas pria asal Jombang tersebut.
Dengan bendera CV. Rizqan Mufidah yang berarti rezeki yang bermanfaat. Diharapkan usaha pemanfaatan limbah eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, batok kelapa, daunan dan bunga kering memberikan manfaat besar bagi masyarakat maupun warga sekitar.
Lebih lanjut lagi, setiap pemanfaatan limbah dijadikan barang-barang siap jual seperti tas, tataan piring, taplak meja, piring, tempat tisu, mebel, sandal, seketsel, perabotan rumah tangga, tikar semua dibuat seseuai selera pasar dan pesanan. Hampir sekitar 60an item barang yang dijual Wiwit Colection.
Setiap barang yang dijual berawal dari eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, dedaunan dan bunga kering, di ambil dari sekitarn waduk yang ada di kelurahan Kebraon. ”Proses pertama eceng gondok kita pilih yang bagus cuci ujungnya dari lumpur, kita jemur diterik matahari selama seminggu. Proses selanjutnya menambah warna bagus mematikan bakteri dengan cara di asap pakai belerang kita oven ditutup pakai terpal semaleman,” tutur Supardi sambil menunjukkan beberapa pelepah pisang dan eceng gondok.
Selanjutnya proses penganyaman dan penyulaman semua kerajinan mengikuti cetakan yang tentunya semua pengerjaan dilakukan tangan. Maka tak heran pengerjaan seperti barang mebel memakan waktu sampai sekitar 3 hari. Lain halnya dengan kerajinan tas. Dalam satu hari bisa 2-3 tas yang dibuat, tetapi belum penambahan sulam pita yang bisa memakan waktu 2 hari. Prosesnya bukan menganyam saja, satu produk bukan dari satu tangan tetapi sekitar 3 tangan. Dari proses memotong, desain pola, sampai menyulam pita.
Salah satu pegawai bernama Norma Rosyida (22) yang membantu proses pengerjaan, menuturkan bahwa proses pemasangan aksesoris seperti dedauanan dan bunga kering membutuhkan waktu cepat, tetapi proses penyulamannya cukup lama. ”Awalnya kalau buat anyamannya sulit, sekarang sih bisa lebih cepat dan rapi tentunya. Kalau pemasangan sulaman pita itu harus lebih rajin dan teliti,” jelasnya.
Tak heran jika harga barang-barang yang dijual beragam harganya. Paling murah dari Rp 5 ribu untuk aksesoris sederhana. Untuk harga tas sekitar Rp 300 ribu, peralatan mebel sekitar Rp 750 ribu seketsel, sampai termahal yakni seketsel dengan harga Rp 800 ribu. Setiap bulannya pun handycraft pemanfatan limbah memiliki omzet mencapai Rp 15 juta perbulan.
Sampai saat inipun kerajinan handmade yang dihasilkannya dikirim keberbagai kota besar di seluruh Indonesia seperti Bali, Jakarta, Sekitar Jatim seperti Surabaya, Sidoarjo, Probolinggo, Kediri, juga Kalimanatan, Sampit, Manado. Dengan bantuan dari beberapa teman pun produknya dikenal sampai Jepang, Belanda, sebagian negara tetangga.
Dari sekian banyak item barang yang dijual, setiap bulannya keluarga Supardi dengan mengandalkan 15 pekerjanya dituntut untuk inovatif dan kreatif dalam setiap desain maupun bentuk.
Tak hanya itu dari kalangan pejabat memberikan banyak masukan, tak terkecuali walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang sangat tertarik dengan produk barang yang dijual Supardi dan Wiwit. Wanita yang menjabat sejak 8 Juni 2010 ini menyukai tas, kotak tisu, rak dispaly dari handycraft eceng gondok ini.
Risma panggilan akrab walikota wanita pertama di Surabaya ini menjadi langganan segala item barang yang dijual. Hampir setiap bulannya peralatan dapur maupun display rak diminatinya. Selain itu CV Rizqan Mufidah menjadi langganan instansi pemerintahan, swasta, maupun hotel.
Mengubah Limbah menjadi Barang Bernilai Ekonomis
Belum tentu barang yang bagus dihasilkan dari bahan baku yang bagus. Bahkan kadang-kadang bahan bakunya terbuat dari sampah yang membuat orang memandangnya agak nyeleneh bahkan negatif. ”Orang bilang kita ini sukanya blusukan mencari barang tidak berguna, senengane nyusuh ae, seperti burung yang mencari dedaunan. Malah kalau bertemu dengan orang dan ditanyai pekerjaannya apa, ya saya jawab kita pencari sampah,” terang Supardi sambil tertawa.
Indonesia ini negara yang luas dengan sumber daya alam yang tidak terbatas. CV Rizqan Mufidah membuktikan bahwa bahan baku yang dilihat orang tidak berguna, dengan tangan terampil, kreatif, sekaligus inovatif akan membuat barang produksi yang bernilai tinggi. Sampah, limbah, maupun tanaman gulma sekalipun bisa dijadikan produk barang yang inovatif.
”Seyogyanya kita tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk bekerja, karena dinegara kita semuanya tersedia. Ini baru eceng gondok, belum pelepah pisang, bagaimana dengan pandan, klobot jagung, bagaimana dengan batok kelapa. Hanya kreativitas kita yang dapat membuat barang-barang itu menjadi mahal,” ujar Supardi yang awalnya menjadi pengusaha tanaman.
By: Nur Fajruddin
*Tulisan ini pernah dimuat di Surabaya Post