Jumat, 05 April 2013

Ekskul Tari SMPN 22 Surabaya : Dapuda Dance School





Nama Ekskul                           : Dapuda  Dance School
Jenis Ekskul                            : Seni Tari
Sekolah                                   : SMPN 22 Surabaya
Pembina                                  : Suyitno, Riries Damayanti
Ketua Ekskul                          : Itdihar Nur Adibah
Jumlah Peserta                        : 35 orang
Prestasi                                    :
2011 :
-          Juara I Parade Tari Nusantara tingkat nasional di Jakarta
-          Juara I yel-yel DBL
-          Juara II Cak dan Ning Cilik tingkat Surabaya
-          Juara I lomba tari tradisional di SMKN 9 Surabaya
2012 :
-          Pertukaran Pelajar Seni Jepang-Indonesia
-          Juara I lomba tari tradisional di THR Surabaya
-          Juara III lomba boyband dan koreografi se-Jawa Timur




Meraih Prestasi dan Mencipta Karya Lewat Tari

Sendratari Sawunggaling. Ya, kisah tentang Sawunggaling, pahlawan asal Surabaya yang dengan gigih melawan kompeni Belanda itu dipentaskan secara anggun dalam bentuk sebuah tarian. Dengan gemulai selendang dipermainkan oleh penari, menyelip diantara jemari-jemari dan sesekali terlihat berkibar seakan penari adalah mahluk bersayap yang sedang menikmati perjalanan menyusuri awan.

Selendang itu adalah simbol dari selendang Cinde Puspita titipan ibu kandungnya yang dibawa Sawunggaling kepada ayahnya, adipati Jayengrana. Berkat selendang itu Jayengrana percaya bahwa Sawunggaling adalah benar-benar anak kandungnya. Sosok yang dalam perjalanan kisahnya itu diceritakan berhasil membunuh Jenderal De Boor, jenderal militer Belanda di Surabaya itu dipentaskan secara apik oleh Itdihar Nur Adibah, seorang siswa SMPN 22.

Itulah tarian yang mengantar Adiba menjadi juara I parade seni Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta. Saat itu ia berhasil mengalahkan para pesaingnya yang berasal dari berbagai latar belakang tingkat akademis dan dari berbagai daerah. Sedangkan Adibah sendiri saat itu masih kelas VIII SMP.
Pada saat perlombaan, seusai Adibah tampil membawakan sendratari Sawunggaling, penampilannya itu mendapat applause paling meriah dari para juri dan penonton. Alhasil, saat pengumuman disampaikan, Adibah mendapat juara I Parade Seni Tari Nusantara tingkat nasional, mengalahkan pesaing-pesaingnya yang kebanyakan telah duduk di bangku SMA, bahkan kuliah.

 “Sebelum lomba, selama satu bulan penuh saya ditatar oleh para pengajar saya di ekskul Dapuda Dance School,” ujar Adibah. Apa itu Dapuda Dance School? Rupanya, di balik kesuksesan Adibah dalam meraih prestasi tak lepas dari peran Dapuda Dance School yang telah mendidiknya secara disiplin dan fokus. Dapuda Dance School adalah salah satu ekstra kurikuler yang ada dalam SMPN 22 Surabaya yang kerap mengantar anak didiknya meraih prestasi.

“Dulu Adiba merupakan salah satu siswa yang terpilih untuk mewakili Jawa Timur dalam Parade Seni Nusantara tingkat nasional. Setelah terpilih, tentu kami melakukan pelatihan intensif selama 1 bulan supaya dia bisa maksimal, dan ternyata terbukti, Adiba meraih juara I tingkat nasional,” ujar Suyitno, pengajar ekstra kurikuler seni tari Dapuda Dance School.

Sebagai ekstra kurikuler seni tari yang ada di SMPN 22 yang juga memiliki segudang prestasi, Dapuda Dance School berhasil menjaring siswa untuk terlibat di dalamnya. Hingga saat ini Dapuda Dance School memiliki jumlah peminat sebanyak 35 orang. Ditanya mengenai pilihan, salah satu peserta ekskul Dapuda Dance School, Aprilia Rahmasari menerangkan bahwa konsep yang digunakan oleh Dapuda Dance School dalam melakukan pengajaran sangatlah menarik dan kreatif. “Inovasi para pengajar dan cara mengajarnya itulah yang membuat siswa jadi enjoy dan bersemangat. Itulah sebabnya kami selalu berprestasi,” ujarnya.

Dikatakan inovatif sebab Dapuda Dance School adalah ekskul yang berbeda dengan ekskul sejenis di Surabaya. Dalam Dapuda Dance School diajarkan dua bentuk tarian, yakni tradisional maupun modern. Merekapun memiliki inovasi menciptakan sebuah tarian kontemporer, perpaduan dari keduanya. “Kalau di sekolah lain yang ada ekskul dance dibagi dua, yakni tradisional dan tari modern. Sedangkan di ekskul kami, keduanya diajarkan,” ujar Annisa Irma, salah satu peserta ekstra kurikuler Dapuda Dance School.

Bagaimana prosentase porsi pengajaran tari tradisional dan tari modern yang diajarkan oleh Dapuda Dance School kepada anak didiknya? “50:50. Porsinya sama. Siswa selain mampu menguasai seni tari modern,  juga harus mengetahui seni tari tradisi. Tujuannya, siswa menguasai seni tari modern agar dapat mengikuti perkembangan zaman, sedangkan tari tradisional, siswa dituntut memiliki kepedulian terhadap usaha melestarikan budaya Indonesia, khususnya seni tari,” ujar Suyitno.

Dalam setiap latihan, Dapuda Dance School membagi waktu ekskulnya selama 2 jam: 15 menit pertama para siswa berlatih modern dance, 15 menit berikutnya para siswa berlatih tari tradisional, begitu seterusnya hingga ekstra kurikuler selesai. Mereka aktif berlatih rutin seminggu sekali dan jika ada even perlombaan dan sebagainya, mereka otomatis menambah jadwal latihan.

Ditanya mengenai tahapan-tahapan berlatih seni tari, mereka memaparkan bahwa awalnya mereka melakukan pemanasan fisik, kemudian dilatih untuk mengenal gerakan-gerakan dasar tarian, formasi dan penghayatan terhadap tarian dan lagu. “Setelah semua selesai, barulah menyelaraskan gerak tarian dan musik,” papar Hafara Ulufan Nuri, salah satu peserta  Dapuda Dance School SMPN 22 Surabaya.

Jenis-jenis tarian yang diajarkan dalam ekskul Dapuda Dance School dalam jenis tari tradisional meliputi tari Jejer, tari Labas, tari Banjar Kemuning, remo dan sebagainya. Sedangkan jenis tarian modern, mereka diajari untuk berlatih tarian hip-hop. 

“Ada tarian yang dibawakan secara grup, adapula yang perseorangan. Grup, jika tari tradisi, misalnya tari Lenggang Putri, membutuhkan ubarampe atau perlengkapan tarian seperti kipas, payung dan gongseng (gelang bergemerincing yang dipasang di kaki). Sedangkan musiknya adalah musik perkusi. Para pengajar yang membuat musiknya,” terang Novarinda Fanny,  peserta yang lain.

Tari Remo menurut para siswa adalah salah satu jenis tarian yang paling susah untuk dibawakan. Mengapa? Karena penari remo dituntut menunjukkan kelenturan tangan, mengikuti tempo musik dengan pas, ekspresi juga keharusan untuk tampil gagah seperti laki-laki sekalipun yang membawakannya adalah penari perempuan. “Itulah yang membuat tari remo cukup sulit untuk dipelajari. Tapi kami tetap antusias karena remo memiliki tantangan tersendiri,” ujar Rhesa Mileniasari, salah satu peserta ekskul Dapuda Dance School.

Antusiasme siswa yang cukup tinggi, diimbangi dengan kemampuan para pengajar, yakni Suyitno dan Riries Damayanti dalam membina anak-anak didiknya membuat daya tangkap siswa semakin terasah. Selain itu para siswa juga diasah memiliki kepedulian terhadap eksistensi seni tari, baik modern, terlebih tradisional. Prestasi yang seimbang dengan kepedulian menjaga kebudayaan itu merupakan bentuk kepedulian siswa terhadap keutuhan bangsa dan negara. 


Seniman Jepang pun Kagumi ‘Pesona Khatulistiwa’  

Para penari terlihat membentuk formasi. Mereka berdiri sejajar, sesekali saling membelakangi, kemudian membentuk komposisi pementasan yang anggun. Mereka membentuk sebuah tarian dengan kelenturan khas tarian tradisional. Beberapa saat kemudian mereka melakukan gerakan-gerakan khas tarian modern yang keduanya membentuk perpaduan yang unik.

“Kesenian dari waktu ke waktu semakin berkembang. Begitupula seni tari. Dapuda Dance School memadukan kedua jenis tarian dari dua zaman yang berbeda dan keduanya diolah hingga tercipta tarian kreasi baru yang kami beri nama ‘Pesona Khatulistiwa’,” ujar Suyitno.

Pesona Khatulistiwa adalah sebuah karya seni tari yang merupakan hasil dari inovasi Dapuda Dance School. Dalam tarian itu digambarkan wujud negara khatulistiwa, Indonesia, yang memiliki keragaman budaya dan keindahan alamnya. Karya yang merupakan kreasi mereka itu kerap dipentaskan pada acara-acara baik di dalam maupun di luar sekolah.

“Tari kreasi kami itu mengundang perhatian dari instansi pendidikan SJS (Sekolah Jepang Surabaya). Beberapa siswa dan pengajarnya, termasuk para pemerhati kesenian dari Jepang tertarik dengan tarian kami dan menawarkan melakukan pertukaran pelajar seni antara Indonesia-Jepang,” ujar Adibah. 

Berkat ketertarikannya, para peserta ekskul Dapuda Dance Schoolpun menyetujui tawaran itu dan dilakukanlah ajang pertukaran pelajar seni yang berlangsung dari tahun 2011 hingga sekarang.
Dalam perkembangannya, Dapuda Dance School selain kerap diundang tampil di SJS, mereka juga sering tampil dalam even-even kesenian di Surabaya maupun di kota-kota di Jawa Timur. Merekapun kerap melakukan pementasan di sekolah dan tidak lupa membawakan tari kreasi mereka yang konon mereka ciptakan dalam kurun waktu kurang lebih selama 10 bulan.
Wujud kreatif dan inovatifnya para generasi muda yang semakin mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan masa lalu sebagai warisan adiluhung dari para nenek moyang.



Komentar

 


Suyitno, pengajar ekskul
“Selama mengajar di SMPN 22, saya sangat senang dikarenakan daya tangkap anak-anak sekaligus minatnya cukup tinggi dalam melakukan olah seni tari”




 


Itdihar Nur Adibah, ketua ekskul
“Selama menjadi kapten ekskul, saya bangga dengan kekompakan semua peserta ekskul yang semakin hari semakin bagus. Mereka memiliki minat dan bakat yang bagus dan mampu menjaga solidaritas sesama penari”





 



Aprilia Rahmasari, peserta ekskul
“Konsep yang diberikan para pengajar di ekskul ini selalu menarik dan kreatif sehingga kami tidak pernah bosan untuk berlatih”





 


Annisa Irma, peserta ekskul
“Suasana dan sistem mengajar dalam ekskul ini sangat asyik, menarik, kocak dan seru. Kami tidak pernah merasa jenuh, terlebih para pengajarnya selalu membuat suasana have fun”



 



Hafana Ulufan Nuri, peserta ekskul
“Gerakan dalam tarian yang kami pelajari dalam ekskul ini diantaranya unik dan rumit. Namun kami menyebutnya sebagai tantangan dan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik”








Novarinda Vanny K.P, peserta ekskul
“Dalam ekskul ini kami dapat mengasah bakat, mendapat pengalaman serta teman baru. Kami selalu kompak dan membina kebersamaan kami dalam ekskul ini”



 




Rhesa Mileniasari, peserta ekskul
“Ekskul ini membuat kami dapat mengasah bakat dan mendapatkan banyak pengalaman”

  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar