Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Oktober 2021

Menyusuri Lereng Pürschling, Oberammergau, Jerman


*Pengalaman wisata yang diceritakan oleh Siti Baequniyyah, pelajar di Fachakademie für Sozialpädagogik Fürth, Jerman.


Siti Baequniyyah di Lereng Pürschling 


Hawa sejuk pegunungan di tengah suasana musim panas Jerman. Hati siapa saja pasti terpaut. Menyusuri jalan-jalan pedesaan Oberammergau, naik kereta gantung dan roller coaster di ketinggian. Satu kata: Memikat!

Desis angin menembus dedaunan. Titik embun membasahi tanah. Rumput hijau, gunung-gemunung dengan salju putih di puncak. Musim panas cerah, juga sebaris puisi di tengah kelopak-kelopak bunga merekah.

Begitulah gambaran Oberammergau dalam sajak. Kutulis sembari duduk menyendiri di rerumputan hijau. Bunga-bunga telah bersemi. Jalan setapak jalur pendakian banyak dilalui pelancong maupun petualang. Uniknya, tak sedikit manula yang ikut mendaki gunung. Seolah tak pernah sudi dianggap tua.


Suasana alami di Oberammergau


Setapak menuju puncak

Tapi begitulah aktivitas orang-orang lanjut usia di Jerman. Untuk menjaga kesehatan dan menyegarkan pikiran, salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan berolahraga mendaki. Mereka masih kuat. Jika lewat dan berpapasan dengan siapa saja mereka pasti tersenyum. Sapa berbalas sapa. Sangat ramah.

Bulan Juli silam, aku dan beberapa kawan menghabiskan beberapa hari di Oberammergau, untuk menghadiri seminar yang diselenggarakan oleh Freiwillige Soziales Jahr, sebuah lembaga sosial di Jerman. Setiap hari pukul enam pagi aku selalu jogging menyusuri jalan pedesaan. Jika siang sampai menjelang sore, terlebih waktu istirahat, kusempatkan untuk berjalan-jalan naik gunung. Langkah demi langkah merunut setapak hutan cemara.

Butuh waktu empat jam perjalanan menuju Oberammergau dari kediamanku di Nürnberg. Naik kereta, oper empat kali. Dari stasiun Oberammergau tinggal jalan kaki menuju Jugendheim, semacam bangunan asrama atau penginapan bagi para peserta seminar. 

Cocok untuk refreshing setelah sekian lama dicekam pandemi. Di Jerman, sebenarnya Covid-19 masih ada. Namun vaksinasi telah digencarkan dan jumlah orang terpapar telah sangat berkurang. Masyarakat wajib menginstall aplikasi Luca yang berisi data diri, serta aplikasi Covpas sebagai tanda bahwa seseorang telah divaksin. Kedua aplikasi itu berguna untuk keluar-masuk ruang-ruang publik.

Setiap pagi pukul enam, aku keluar dari Jugendheim untuk jogging. Bersama-sama dengan beberapa warga setempat. Suatu pagi aku berlari kecil hingga masuk ke pusat kota Oberammergau. Jaraknya cukup dekat. Hanya 7 menit jalan kaki.


Suasana Pedesaan di Oberammergau

Disana arsitektur bangunannya khas. Semuanya terbuat dari kayu. Orang menyebutnya arsitektur klasik Oberammergau. Di Jerman, yang memiliki arsitektur khas adalah bentuk rumah di Oberammergau dan Wismar, Jerman Utara. Kalau di Wismar, rumah-rumahnya terbuat dari batu bata merah. Daerah lain arsitekturnya sudah modern.

Salah satu sudut pusat kota Oberammergau terdapat bangunan cukup besar. Toko cinderamata. Aku coba untuk masuk dan melihat berbagai pernak-pernik yang menawan. Aku tertarik dengan jam dinding klasik yang terbuat dari kayu. Terdapat ornamen khas Eropa sebagai hiasannya, juga boneka-boneka kecil yang memperlihatkan aktivitas warga sebagai petani dan peternak. 


Rumah berarsitektur klasik di Oberammergau

Tapi jangan tanya harganya. Mahal. Beberapa jam yang bagus dihargai seribu euro lebih. Jika dikalkulasi dalam rupiah, sebuah jam bisa berharga sekitar 17 juta. Di Indonesia, harga segitu sudah dapat motor matic.

Jam klasik 17 juta

Ada sesi jalan-jalan yang masuk dalam agenda panitia seminar. Dilakukan sehari, dari pagi sampai sore. Bersama panitia dan sesama kawan seminar, aku naik kereta gantung. Di Jerman disebut sebagai “Seilbahn”. Cukup mendebarkan karena harus melalui bagian tengah jurang dengan tebing-tebing curam di kanan-kiri. Setelah itu kami lanjut hiking.

Seilbahn

Menjelang pulang kembali ke Jugendheim, aku naik roller coaster. Di lereng gunung ada roller coaster-nya lho! Orang Jerman menyebutnya “Sommerroddelbahn”. Tapi bukan roller coaster yang jalurnya menukik atau berputar menantang gravitasi. Di situ jalurnya terus menurun. Sangat mendebarkan. Apalagi penumpang harus mengerem keretanya sendiri bila tak ingin meluncur dengan kecepatan tinggi. Tapi bila terus-terusan ngerem, bisa tersenggol kereta di belakang, atau membuat antrean jadi panjang. Tak usah khawatir. Sistem pengamanannya sangat bagus. Ada safety belt dan sebagainya.

Paling menarik tentu sesi hiking bersama beberapa kawan dan panitia. Totalnya 12 orang. Berjalan-jalan menyusuri lereng hingga puncak Gunung Pürschling. Gunung tertinggi dan terbaik di Oberammergau. Di sudut jalan setapak aku lihat padang rumput yang cukup luas. Dua ekor kuda sedang makan dengan santainya. Katanya, di daerah itu banyak peternak kuda. Aku memang tak melihat langsung rumah-rumah peternakan tersebut. Tapi kuda-kuda itu dilepas bebas. 

Seekor kuda, sepertinya jantan, berdiri dan mengendus-endus kuda betina di sampingnya. Kemudian sang kuda jantan pergi ke arah belakang kuda betina tersebut lalu meringkik. Suaranya berpadu dengan deras arus sungai yang jernih. Seekor katak hinggap di ranting pohon dan melompat ke dalam air. Menciptakan percikan. Berenang-renang menuju tepi sungai sebelah timur. Di sana, katak betina sudah menunggunya. Alam benar-benar menyuguhkan cinta bagi semua mahluk hidup.

Di Jerman tak ada pemandangan orang memancing di sungai dengan bebas. Memancing di sungai butuh surat izin. Bahkan ada kursusnya juga! Mungkin pemerintah setempat ingin melindungi kelestarian ikan-ikan di sungai. Barangsiapa memancing tanpa memiliki surat izin, bisa ditangkap polisi.


Suasana di Oberammergau

Lereng Pürschling yang cantik dan musim panas yang dingin. Embun sesekali turun membuat bayang jalan menjadi samar. Kami berjalan perlahan, terus menyusuri hutan cemara dan bertemu dengan pendaki-pendaki lanjut usia. Pada setapak yang mengecil, rombongan sapi tampak berjalan dari arah berlawanan. Tanpa dikomando, pendaki sepuh di depanku segera menepikan diri. Kami yang di belakang mengikutinya. Mempersilahkan sapi-sapi itu untuk lewat. Sesekali mereka menikmati dedaunan di kanan-kiri jalan sehingga jalannya sangat lambat.

Tak ada gembala di situ, sebab kami memasuki areal hutan yang memang dikhususkan sebagai peternakan sapi. Beberapa meter sebelum puncak Pürschling yang hijau. Memandang di kejauhan, rumah-rumah warga tampak kecil. Hawa dingin pegunungan merasuk ke tubuh. Musim panas yang cerah. Suara gesek sayap serangga hutan menjadi irama alam yang jauh lebih murni ketimbang puluhan sonata yang dibuat Mozart. 

Mimpi serupa kabut. Menyeruak menjadi kenyataan. Di tengah asri rimba cemara kurentangkan tangan. Aku benar-benar berada di surga Oberammergau. Kelak, waktu akan membawa kembali kerinduanku. Tentang hijau, lenguh sapi dan bunyi kuda meringkik parau.


*Ditulis oleh: Guruh Dimas Nugraha