Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Oktober 2021

Menyusuri Lereng Pürschling, Oberammergau, Jerman


*Pengalaman wisata yang diceritakan oleh Siti Baequniyyah, pelajar di Fachakademie für Sozialpädagogik Fürth, Jerman.


Siti Baequniyyah di Lereng Pürschling 


Hawa sejuk pegunungan di tengah suasana musim panas Jerman. Hati siapa saja pasti terpaut. Menyusuri jalan-jalan pedesaan Oberammergau, naik kereta gantung dan roller coaster di ketinggian. Satu kata: Memikat!

Desis angin menembus dedaunan. Titik embun membasahi tanah. Rumput hijau, gunung-gemunung dengan salju putih di puncak. Musim panas cerah, juga sebaris puisi di tengah kelopak-kelopak bunga merekah.

Begitulah gambaran Oberammergau dalam sajak. Kutulis sembari duduk menyendiri di rerumputan hijau. Bunga-bunga telah bersemi. Jalan setapak jalur pendakian banyak dilalui pelancong maupun petualang. Uniknya, tak sedikit manula yang ikut mendaki gunung. Seolah tak pernah sudi dianggap tua.


Suasana alami di Oberammergau


Setapak menuju puncak

Tapi begitulah aktivitas orang-orang lanjut usia di Jerman. Untuk menjaga kesehatan dan menyegarkan pikiran, salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan berolahraga mendaki. Mereka masih kuat. Jika lewat dan berpapasan dengan siapa saja mereka pasti tersenyum. Sapa berbalas sapa. Sangat ramah.

Bulan Juli silam, aku dan beberapa kawan menghabiskan beberapa hari di Oberammergau, untuk menghadiri seminar yang diselenggarakan oleh Freiwillige Soziales Jahr, sebuah lembaga sosial di Jerman. Setiap hari pukul enam pagi aku selalu jogging menyusuri jalan pedesaan. Jika siang sampai menjelang sore, terlebih waktu istirahat, kusempatkan untuk berjalan-jalan naik gunung. Langkah demi langkah merunut setapak hutan cemara.

Butuh waktu empat jam perjalanan menuju Oberammergau dari kediamanku di Nürnberg. Naik kereta, oper empat kali. Dari stasiun Oberammergau tinggal jalan kaki menuju Jugendheim, semacam bangunan asrama atau penginapan bagi para peserta seminar. 

Cocok untuk refreshing setelah sekian lama dicekam pandemi. Di Jerman, sebenarnya Covid-19 masih ada. Namun vaksinasi telah digencarkan dan jumlah orang terpapar telah sangat berkurang. Masyarakat wajib menginstall aplikasi Luca yang berisi data diri, serta aplikasi Covpas sebagai tanda bahwa seseorang telah divaksin. Kedua aplikasi itu berguna untuk keluar-masuk ruang-ruang publik.

Setiap pagi pukul enam, aku keluar dari Jugendheim untuk jogging. Bersama-sama dengan beberapa warga setempat. Suatu pagi aku berlari kecil hingga masuk ke pusat kota Oberammergau. Jaraknya cukup dekat. Hanya 7 menit jalan kaki.


Suasana Pedesaan di Oberammergau

Disana arsitektur bangunannya khas. Semuanya terbuat dari kayu. Orang menyebutnya arsitektur klasik Oberammergau. Di Jerman, yang memiliki arsitektur khas adalah bentuk rumah di Oberammergau dan Wismar, Jerman Utara. Kalau di Wismar, rumah-rumahnya terbuat dari batu bata merah. Daerah lain arsitekturnya sudah modern.

Salah satu sudut pusat kota Oberammergau terdapat bangunan cukup besar. Toko cinderamata. Aku coba untuk masuk dan melihat berbagai pernak-pernik yang menawan. Aku tertarik dengan jam dinding klasik yang terbuat dari kayu. Terdapat ornamen khas Eropa sebagai hiasannya, juga boneka-boneka kecil yang memperlihatkan aktivitas warga sebagai petani dan peternak. 


Rumah berarsitektur klasik di Oberammergau

Tapi jangan tanya harganya. Mahal. Beberapa jam yang bagus dihargai seribu euro lebih. Jika dikalkulasi dalam rupiah, sebuah jam bisa berharga sekitar 17 juta. Di Indonesia, harga segitu sudah dapat motor matic.

Jam klasik 17 juta

Ada sesi jalan-jalan yang masuk dalam agenda panitia seminar. Dilakukan sehari, dari pagi sampai sore. Bersama panitia dan sesama kawan seminar, aku naik kereta gantung. Di Jerman disebut sebagai “Seilbahn”. Cukup mendebarkan karena harus melalui bagian tengah jurang dengan tebing-tebing curam di kanan-kiri. Setelah itu kami lanjut hiking.

Seilbahn

Menjelang pulang kembali ke Jugendheim, aku naik roller coaster. Di lereng gunung ada roller coaster-nya lho! Orang Jerman menyebutnya “Sommerroddelbahn”. Tapi bukan roller coaster yang jalurnya menukik atau berputar menantang gravitasi. Di situ jalurnya terus menurun. Sangat mendebarkan. Apalagi penumpang harus mengerem keretanya sendiri bila tak ingin meluncur dengan kecepatan tinggi. Tapi bila terus-terusan ngerem, bisa tersenggol kereta di belakang, atau membuat antrean jadi panjang. Tak usah khawatir. Sistem pengamanannya sangat bagus. Ada safety belt dan sebagainya.

Paling menarik tentu sesi hiking bersama beberapa kawan dan panitia. Totalnya 12 orang. Berjalan-jalan menyusuri lereng hingga puncak Gunung Pürschling. Gunung tertinggi dan terbaik di Oberammergau. Di sudut jalan setapak aku lihat padang rumput yang cukup luas. Dua ekor kuda sedang makan dengan santainya. Katanya, di daerah itu banyak peternak kuda. Aku memang tak melihat langsung rumah-rumah peternakan tersebut. Tapi kuda-kuda itu dilepas bebas. 

Seekor kuda, sepertinya jantan, berdiri dan mengendus-endus kuda betina di sampingnya. Kemudian sang kuda jantan pergi ke arah belakang kuda betina tersebut lalu meringkik. Suaranya berpadu dengan deras arus sungai yang jernih. Seekor katak hinggap di ranting pohon dan melompat ke dalam air. Menciptakan percikan. Berenang-renang menuju tepi sungai sebelah timur. Di sana, katak betina sudah menunggunya. Alam benar-benar menyuguhkan cinta bagi semua mahluk hidup.

Di Jerman tak ada pemandangan orang memancing di sungai dengan bebas. Memancing di sungai butuh surat izin. Bahkan ada kursusnya juga! Mungkin pemerintah setempat ingin melindungi kelestarian ikan-ikan di sungai. Barangsiapa memancing tanpa memiliki surat izin, bisa ditangkap polisi.


Suasana di Oberammergau

Lereng Pürschling yang cantik dan musim panas yang dingin. Embun sesekali turun membuat bayang jalan menjadi samar. Kami berjalan perlahan, terus menyusuri hutan cemara dan bertemu dengan pendaki-pendaki lanjut usia. Pada setapak yang mengecil, rombongan sapi tampak berjalan dari arah berlawanan. Tanpa dikomando, pendaki sepuh di depanku segera menepikan diri. Kami yang di belakang mengikutinya. Mempersilahkan sapi-sapi itu untuk lewat. Sesekali mereka menikmati dedaunan di kanan-kiri jalan sehingga jalannya sangat lambat.

Tak ada gembala di situ, sebab kami memasuki areal hutan yang memang dikhususkan sebagai peternakan sapi. Beberapa meter sebelum puncak Pürschling yang hijau. Memandang di kejauhan, rumah-rumah warga tampak kecil. Hawa dingin pegunungan merasuk ke tubuh. Musim panas yang cerah. Suara gesek sayap serangga hutan menjadi irama alam yang jauh lebih murni ketimbang puluhan sonata yang dibuat Mozart. 

Mimpi serupa kabut. Menyeruak menjadi kenyataan. Di tengah asri rimba cemara kurentangkan tangan. Aku benar-benar berada di surga Oberammergau. Kelak, waktu akan membawa kembali kerinduanku. Tentang hijau, lenguh sapi dan bunyi kuda meringkik parau.


*Ditulis oleh: Guruh Dimas Nugraha

Kamis, 04 Juni 2020

Review Mie Sedap Rasa Mie Ayam


Pertandingan adu enak di antara para fans Indomie dan Mie Sedap memang tidak ada habisnya. Banyak dari mereka yang habis-habisan mengidolakan mie instant kesukaannya itu.

Dalam kesempatan ini saya tidak memihak siapapun, karena saya merupakan penggemar mie instant merek apapun dan pada dasarnya saya merupakan penggila mie, juga lebih tepatnya masa pandemi ini membuat saya nganggur, maka tidak ada salahnya jika saya mengisi waktu dengan menulis review tentang Mie Sedap rasa Mie Ayam.

Dari kemasan, bumbu dan sebagainya sebenarnya tidak ada keistimewaan tertentu. Mie Sedap tetap menambahkan bumbu seperti biasa dan bawang goreng yang lebih banyak dari merek indomie. Tekstur mie-nya pun tebal, yang merupakan ciri khas dari Mie Sedap. Tak heran mie instant dengan berat 92 gram ini cukup membuat kenyang; namun saya pribadi lebih suka mengonsumsi mie instant dua porsi sekaligus.

Perbedaan bumbu terletak pada kecapnya. Mie Sedap rasa Mie Ayam ini memasukkan kecap jenis kecap asin untuk menguatkan rasa mie ayam. Bumbu minyaknya pun dibuat sedemikian mirip dengan minyak yang biasa digunakan oleh para penjual mie ayam asli.

Jika berbicara rasa, karakter rasa yang coba dibuat semirip mungkin dengan Mie Ayam ini kurang begitu kuat; yang membuatnya sedikit mirip bisa jadi dari minyak dan kecap asinnya, namun secara keseluruhan, mie ini rasanya hampir sama dengan rasa original ala mie sedap.

Di tengah segala pendapat, biar bagaimanapun haruslah tetap diapresiasi karena inovasi berani dari Mie Sedap dalam bereksplorasi rasa. Tidak salah apabila para pecinta mie harus mencicipinya, untuk merasakan pengalaman menikmati aneka ragam rasa mie instant yang semakin inovatif dan kompetitif dalam hal eksplorasi rasa.

Senin, 18 Mei 2020

Bikkhu Misterius dan Wastafel Rumahku



Ketika siang, apalagi sedang libur panjang seperti ini, aku selalu meluangkan waktu utk jalan-jalan di perumahan samping kampungku yang terdapat taman cukup luas. Ketika sedang asyik jalan-jalan, di bangku kecil di bawah pohon rindang duduklah seorang plontos berpakaian kain terusan coklat. Dia bhikku. Aku yakin! Kulitnya hitam legam, matanya sayu namun auranya teduh. Ketika aku melewatinya, ia tersenyum menyapa; tentu kubalas pula sapanya; lalu aku memberanikan diri untuk duduk di dekatnya, berbasa-basi sedikit, lalu mengajaknya bercakap,

"Dalam situasi dimana segalanya dibatasi, tentu anda sebagai bikkhu nggak begitu kaget, ya.. karena anda sudah terbiasa menyepi, bermeditasi, dan menahan segala nafsu serta amarah".

Bikkhu itu tersenyum simpul. Tangan kanannya menepuk lututku.

"Berbahagialah kamu. Dalam keadaan sesulit apapun, termasuk saat ini, kamu pasti selalu menemukan jalan keluar. Banyak bantuan atau kesempatan bagus yang datang tiba-tiba"

"Holy John Lennon! Mengapa anda bisa menerka sedemikian rupa? Apakah berkaitan dengan karma baik seperti dalam ajaran Buddha?"

"Ya, tapi ada satu hal.. ada karma baik yang sering kamu lakukan, tapi tanpa kamu sadari.. dan karma itulah yang membuahkan hasil berupa pertolongan dari segala kesulitan-kesulitanmu".

Aku berpikir sejenak. Karma baik apa yang pernah kulakukan? Paling pol seminggu belakangan ini cuma mentraktir kopi pada pak tua penjual keset di warkop langganan yang tiap sore selalu mampir. Itupun nggak sering2 banget. Karena penasaran aku bertanya,

"Karma baik dalam bentuk apa yang saya tidak sadari namun sering saya lakukan?"

Bikkhu itu kembali tersenyum, lalu menjawab,

"Di dalam rumahmu ada wastafel di pinggir kamar mandi, menghadap ke arah utara. Betulkah?"

"Demi Ozzy Osbourne!, betul sekali yang bikkhu katakan!"

Tangan kanannya beralih memegang pundak kiriku.

"Bukan jarang, tapi sering sekali kamu menolong semut atau serangga bersayap yang basah. Kau angkat hewan itu dengan menggunakan kuku ibu jarimu ini lalu kau letakkan di tempat yang kering," katanya sambil memegang ibu jariku.

Demi Steven Tyler yang maha mbois! Betul!, kataku dalam hati.

"Jika tidak kau selamatkan, hewan-hewan kecil itu akan mati terhisap lubang wastafel".

Segala puji ke hadirat Janis Joplin dewi rock and roll!! apa yang dikatakannya memang pernah kulakukan!

"Karma baik atas merekalah yang selama ini menolongmu. Jangan bosan untuk melakukan itu. Yang kau tanam, itulah yang kau tuai".

Aku terdiam. Sebenarnya aku tak tahu harus membahas tentang apa lagi. Sekian lama aku diam, lalu tiba-tiba muncul satu pertanyaan diluar permasalahan soal karma itu. Belum sempat aku mengungkapkannya, bikkhu itu seperti dapat menebak isi pikiranku, dan tiba-tiba ia berkata,

"Sama, dik. Begitupula pandemi ini. Saat ini sebenarnya dunia sedang masuk dalam perputaran karma. Manusia sedang menuai. Pandemi ini akan memakan waktu lama, tapi pasti akan selesai. Kemudian di lain waktu adharma kembali terjadi, saat itu pula manusia kembali menuai. Perputaran akan terus berlangsung".

Aku terheran-heran, terperangah, kaget, bercampur jadi satu, sampai kemudian lagi-lagi bikkhu itu dapat dengan tepat menebak isi pikiranku. Dengan halus ia menyuruhku pulang karena hari ini aku belum memberi makan ikan-ikan peliharaanku di aquarium. Akupun segera berpamitan.

"Sabbe satta bhavantu sukhitatta," ujar bikkhu itu sambil mengatupkan kedua tangannya. Aku mengangguk dan mengatup kedua tanganku, lalu aku bergegas pulang.

Di rumah, setelah memberi makan ikan dan mandi sore, aku bergegas kembali untuk menemui bikkhu itu. Bahkan namanya, asalnya, tempat tinggalnya, belum sempat kutanyakan padanya. Tetapi ketika aku sampai ke bawah pohon tempat beliau duduk tadi, bikkhu itu sudah tidak ada disana. Aku sempat bertanya pada beberapa orang, bahkan pada petugas perumahan. Salah satunya malah ketawa sambil meledek,

"Sampeyan itu ngelindur, mas.. mana ada warga sini yang jadi biksu!"

Jadilah selama setengah hari ini aku dibuat heran. Memang banyak pelajaran yang aku dapatkan dari bikkhu itu di siang ini, tapi siapa dia? Mengapa warga tak satupun mengenalnya? Apakah tidak mencolok ada bikkhu berkepala plontos, berpakaian kain terusan coklat sedang berjalan-jalan di perumahan lalu duduk di bangku kecil di bawah pohon? Mengapa tak ada seorangpun yang tahu? 

Ah, mungkin warga sedang kena pandemi rabun.. atau bikkhu itu adalah seorang linuwih.. dan semoga kelak aku bertemu dengannya lagi. Aku jadi percaya bahwa ada orang-orang tertentu di muka bumi ini yang kedatangannya selalu membawa pesan dan nasehat positif kepada siapa saja yang ditemuinya. 

Semoga semua mahluk berbahagia.

Kamis, 27 Februari 2020

Kembang Kuning : Muara Seribu Cerita Surabaya



Siang yang tak terlalu terik dan wisata sejarah yang tak biasa telah berlangsung hari ini, di tengah hingar-bingar kota Surabaya yang di salah satu sudutnya kami dapat menggali kisah dalam ribuan nisan yang berjajar di komplek makam Kembang Kuning, Surabaya. Pemandu perjalanan kami adalah Mas Ipung Dhahana Adi, penulis 'Surabaya punya Cerita' yang dikenal sebagai Surabayais tulen dan kerap menjadi jujugan para peneliti dari dalam dan luar negeri.

Bilik bekas Sinagog

Di depan Makam Yahudi
Tidak banyak yang tahu bahwa Kembang Kuning adalah komplek pemakaman plural, mulai dari makam Kristen, Tionghoa, Islam, bahkan Yahudi. Di bagian pojok sebelah utara terdapat komplek pemakaman Yahudi, juga sebuah bilik bekas Sinagog dengan Bintang Daud (Star of David) di atapnya. Di makam tersebut terdapat nisan Charles Murssy, ayah dari Irwan Murssy, suami artis Maia Estianty. Rupa-rupanya Charles Murssy adalah konglomerat yang pernah mendanai perjuangan Republik ini dalam menghadapi agresi sekutu ketika perang mempertahankan kemerdekaan. Ia dulu merupakan pengusaha pemasok mobil import. Rumahnya di masa kini menjadi gedung Bank Mandiri di kawasan Jl.Pemuda, Surabaya. Jadi saya sendiripun baru tahu ada makam Yahudi dan ada seorang Yahudi yang ternyata pernah berjasa bagi tanah air. Nama Charles Murssy mungkin tidak pernah disebutkan dalam materi pelajaran Sejarah, mungkin karena belum banyak yang tahu atau bisa juga tidak disebut karena mungkin penulis-penulis sejarah merasa panas dingin jika mengetahui ke-yahudi-an beliau.

Halaman makam Mbah Karimah
Masuk ke arah selatan, mas Dhahana Adi menunjukkan kegiatan pengembangan ekonomi kreatif warga setempat berupa pengeringan dan pengolahan bunga-bunga kamboja kering untuk bibit parfum dan berbagai kegunaan lainnya.
Masuk lebih dalam lagi terdapat makam Islam dan makam Mbah Karimah, mertua Sunan Ampel. Konon, Kembang Kuning ini memiliki hubungan dengan Kembang Putih, Tuban, karena menurut berbagai literasi, Kembang Kuning (Kambang Kuning) dan Kembang Putih (Kambang Putih) pernah tercatat sebagai kota pelabuhan besar di tanah Jawa. Jika para sesepuh kampung menunjukkan bahwa terdapat jejak selasar-selasar yang pernah dilalui air atau sungai pada masa lalu, maka saya meyakini bahwa Kembang Kuning merupakan salah satu jalur toll laut yang pernah dibangun di era Majapahit, seperti yang tercantum dalam literatur-literatur peninggalan kerajaan terbesar itu; dan dapat diperkirakan pula bahwa dari sinilah proses Islamisasi di tanah Jawa bermula.

Ereveld
Kami juga berkunjung ke makam Ayub Abdul Djalal, seniman populer yang dikenal dengan tubuh tambunnya dan pernah membintangi beberapa film layar lebar, termasuk 'Inem Pelayan Seksi'. Selain Ayub, adapula makam maestro musik Toni Kerdijk, penggagas sekolah musik pertama di Surabaya yang juga guru dari Mus Mulyadi dan Dara Puspita. Di Kembang Kuning pula kami menjumpai makam Everdina Bruring yang dalam nisannya tertulis Everdina Soetomo, istri dari Dr.Soetomo, tokoh pergerakan nasional Indonesia.

Sebelum menuju makam Belanda, kami mengamati patung Alfred Emile Rambaldo, penerbang Belanda yang membuka jalur penerbangan pertama kali di Jawa, yang kemudian tewas karena kecelakaan balon udara. Kami juga menjumpai monumen walikota kedua Surabaya pada jaman kolonial, yakni G.J Dijkerman. Tugu monumen itu terletak di tengah komplek makam Kembang Kuning, dengan patung malaikat diatasnya. Monumen itu digunakan sebagai peringatan bahwa beliaulah yang membuka lahan pemakaman Kembang Kuning pada era kolonial Belanda.

Perjalanan kami berlanjut ke Ereveld, komplek makam kehormatan Belanda. Disana kami disambut oleh Bu Audrey, seorang wanita indo-jerman, pengelola Ereveld yang banyak menceritakan kisah dibalik keberadaan jasad yang terkubur dalam ribuan nisan yang berjumlah hampir limaribuan. Diantara banyaknya nisan, saya sempat heran karena terdapat jajaran nisan dengan nama yang sama. Ketika saya tanyakan pada Bu Audrey, ternyata kesamaan nama itu adalah nama marga dari beberapa orang dalam satu keluarga yang terbunuh dalam kamp konsentrasi Jepang. Di sudut Ereveld juga terdapat tugu peringatan limabelas marinir Belanda yang tenggelam saat agresi Jepang, dan ditengah-tengahnya terdapat tugu peringatan Karel Doorman, pemimpin angkatan laut Belanda yang gugur dalam pertempuran Laut Jawa.
Selain bercerita tentang sejarah, Bu Audrey juga menunjukkan proses pembuatan nisan-nisan makam, juga berbagi ilmu lettering untuk menuliskan huruf secara manual pada nisan maupun bendera-bendera penghias karangan bunga yang digunakan para peziarah.

Monumen Karel Doorman

Tepat dihadapan komplek makam Ereveld, terdapat satu-satunya makam Islam di tengah makam Nasrani dengan nama Roro Hadiningsih, yang di dalam batu nisannya tertulis sebagai korban kekejaman pasukan Dai Nippon. Mas Dhahana Adi menceritakan bahwa Roro Ningsih ini meninggal saat hendak diperkosa tentara Jepang. Entah meninggal karena dibunuh atau bunuh diri, tidak ada yang tahu.

Makam Roro Ningsih
Sore ini saya, juga para pengajar IC School serta para anak didik, memiliki kebanggan tersendiri karena sekolah kami tercatat sebagai sekolah pertama yang menjajal rute B Ereveld Surabaya atas kreasi dari Mas Dhahana Adi dan teman-teman Gekraf Jatim. Kami semua mendapat banyak pelajaran dari studi wisata Kembang Kuning. Mas Dhahana Adi dan Bu Audrey telah menjelaskan banyak pada kami. Tak hanya faktor kesejarahan saja, melainkan dari Kembang Kuning kita juga bisa mengetahui betapa Surabaya sebagai kota besar dapat menerima segala perbedaan yang ada. Tanah Surabaya adalah tanah kemajemukan. Kultur masyarakatnya yang keras, ceplas-ceplos namun ramah menyimpan segala keunikan yang bisa dirasakan oleh siapa saja yang berkunjung. Walhasil, walaupun sedikit lelah karena perjalanan yang cukup panjang, namun kami puas. Tak terkecuali Pak Ubaid yang bersemangat, Pak Huda yang tetap sumringah walaupun sambil menahan sakitnya lima buah bisul yang tumbuh di ketiak kirinya, juga cerianya gadis-gadis guru muda: Yuni dan Bella.

Di tengah mendung yang mulai membuka diri pada matahari, tampak Kak Dita guru ekonomi, berseri-seri dengan kerudung coklat kayu manisnya. Seorang guru ekonomi yang cerah ceria sedang berjalan mengiringi perjalanan anak-anak didik, rasanya di setiap langkahnya segala teori ekonomi runtuh. Aku membayangkan bila Dita memegang kuasa dan mengakhiri dominasi ekonom pria di seluruh dunia...
Karena terlalu lama memperhatikan Dita, aku baru sadar jika aku kurang ngopi. Maklum, pagi tadi aku hanya sempat menikmati setengah gelas saja. Seusai acara kudatangi sebuah warkop yang penjualnya kepo dan bertanya,

"Mas, onok acara opo kok ngajak siswa nang kembang kuning? Golek togel ta?"

Aku hanya tertawa kecil, lalu menerangkan sedikit padanya tentang kesejarahan Kembang Kuning, seperti yang diceritakan oleh Mas Dhahana Adi dan Bu Audrey. Pemilik warung itu terperangah. Seperti halnya diriku, rupanya ia juga baru tahu bahwa Kembang Kuning adalah muara seribu cerita tentang Surabaya.

(Guruh Dimas Nugraha - 26/02/20)

Jumat, 22 Juni 2018

CV Risqan Mufidah : UKM Kreatif Pengolah Limbah




Siap sangka limbah, sampah, maupun gulma tanaman bisa dijadikan bahan baku yang membawa keberuntungan. Dengan tangan kreatif dan inovatif, bahan-bahan seperti eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, batok kelapa, daunan dan bunga kering bisa mendatangkan keuntungan sampai 200%. Ir. Supardi (46) dan Wiwit Manfaati (46), adalah konseptor sekaligus pemilik UKM dengan nama  CV. Rizqan Mufidah. UKM tersebut jadikan bahan tak bermanfaat jadi bermanfaat.
Handycraft Training Center yang ada dalam CV Rizqan Mufidah selama ini kerap memberikan pelatihan kerajinan eceng gondok, aneka souvenir, aksesoris manik-manik, sulam pita, rangkaian hantaran bahkan batik tulis. Kreativitas ini tak hanya disebar dilingkungan sekitar, Supardi juga didapuk menjadi pelatih kerajinan tangan di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker tahun 2008), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas tahun 2010), Dinas Koperasi, beberapa LSM, dan saat ini di kontrak 1 tahun untuk mengadakan pelatihan Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos).

Awal mula kreativitas ini terbentuk pada Oktober 2007 yakni dari inisiatif Wiwit, seorang ibu dari tiga orang anak yang awalnya mengikuti pelatihan pemanfaatan eceng gondok yang sangat melimpah di daerah Kebraon, Surabaya. Pelatihan yang diikutinya tersebut membuat dirinya selalu penasaran dengan bentuk anyaman enceng gondok yang terlihat bagus dan rapi.

“Saya orang  yang tidak terima kalau kerjaan jelek, melihat contohnya kok bagus. Sampai 8 kali saya belajar menganyam akhirnya berhasil. Dari situlah produk yang saya buat dilirik tetangga sekitar. Akhirnya berani menjual hasil karya saya yang pertama, “ jelas wanita asli Sidoarjo tersebut.

Dengan gencar-gencarnya acara Green and Clean di kota Surabaya pada tahun 2008, kelurahan Kebraon RW 13 menjadikan kerajinan eceng gondok sebagai produk unggulan yang ditampilkan. Dari sinilah pemerintah kota mengetahui adanya produk unggulan yang bagus dari kerajinan eceng gondok untuk dijadikan peluang bisnis UKM yang kedepannya pasti bersinar.

Tawaranpun banyak berdatangan, diantaranya undangan untuk mengikuti pameran. CV Rizqan Mufidah pertama kali ikut serta dalam pameran di Gramedia Expo pada bulan Maret 2008. Berbagai pameran maupun event baik skala provinsi maupun nasional akhirnya sering diikutinya. Akhirnya Ir. Supardi sebagai suami yang tak tega melihat isterinya bergelut sendiri dengan peluang usaha yang begitu bagus, ikut terjun dan membantu usaha ini.

“Saya kali pertama megikuti pameran dengan isteri sampai merinding, padahal kita pemain baru, tawaran dari media untuk liputan sekaligus dari berbagai instansi yang mendukung usaha ini untuk menjadi unggulan yang bagus. Akhirnya saya putuskan untuk nyemplung sekalian. Kata orang Jawa bilang cincing-cincing gak wurung kepeh, artinya, kalau mau basah ya harus basah sekalian,” jelas pria asal Jombang tersebut.

Dengan bendera CV. Rizqan Mufidah yang berarti rezeki yang bermanfaat. Diharapkan usaha pemanfaatan limbah eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, batok kelapa, daunan dan bunga kering memberikan manfaat besar bagi masyarakat maupun warga sekitar.

Lebih lanjut lagi, setiap pemanfaatan limbah dijadikan barang-barang siap jual seperti tas, tataan piring, taplak meja, piring, tempat tisu, mebel, sandal, seketsel, perabotan rumah tangga, tikar semua dibuat seseuai selera pasar dan pesanan. Hampir sekitar 60an item barang yang dijual Wiwit Colection.

Setiap barang yang dijual berawal dari eceng gondok, pelepah pisang, klobot jagung, dedaunan dan bunga kering, di ambil dari sekitarn waduk yang ada di kelurahan Kebraon. ”Proses pertama eceng gondok kita pilih yang bagus cuci ujungnya dari lumpur, kita jemur diterik matahari selama seminggu. Proses selanjutnya menambah warna bagus mematikan bakteri dengan cara di asap pakai belerang kita oven ditutup pakai terpal semaleman,” tutur Supardi sambil menunjukkan beberapa pelepah pisang dan eceng gondok.

Selanjutnya proses penganyaman dan penyulaman semua kerajinan mengikuti cetakan yang tentunya semua pengerjaan dilakukan tangan. Maka tak heran pengerjaan seperti barang mebel memakan waktu sampai sekitar 3 hari. Lain halnya dengan kerajinan tas. Dalam satu hari bisa 2-3 tas yang dibuat, tetapi belum penambahan sulam pita yang bisa memakan waktu 2 hari. Prosesnya bukan menganyam saja, satu produk bukan dari satu tangan tetapi sekitar 3 tangan. Dari proses memotong, desain pola, sampai menyulam pita.

Salah satu pegawai bernama Norma Rosyida (22) yang membantu proses pengerjaan, menuturkan bahwa proses pemasangan aksesoris seperti dedauanan dan bunga kering membutuhkan waktu cepat, tetapi proses penyulamannya cukup lama. ”Awalnya kalau buat anyamannya sulit, sekarang sih bisa lebih cepat dan rapi tentunya. Kalau pemasangan sulaman pita itu harus lebih rajin dan teliti,” jelasnya.

Tak heran jika harga barang-barang yang dijual beragam harganya. Paling murah dari Rp 5 ribu untuk aksesoris sederhana. Untuk harga tas sekitar Rp 300 ribu, peralatan mebel sekitar Rp 750 ribu seketsel, sampai termahal  yakni seketsel dengan harga Rp 800 ribu. Setiap bulannya pun handycraft pemanfatan limbah memiliki omzet mencapai Rp 15 juta perbulan.

Sampai saat inipun kerajinan handmade yang dihasilkannya dikirim keberbagai kota besar di seluruh Indonesia  seperti Bali, Jakarta, Sekitar Jatim seperti Surabaya, Sidoarjo, Probolinggo, Kediri, juga Kalimanatan, Sampit, Manado. Dengan bantuan dari beberapa teman pun produknya dikenal sampai Jepang, Belanda, sebagian negara tetangga.

Dari sekian banyak item barang yang dijual, setiap bulannya keluarga Supardi dengan mengandalkan 15 pekerjanya dituntut untuk inovatif dan kreatif dalam setiap desain maupun bentuk.

Tak hanya itu dari kalangan pejabat memberikan banyak masukan, tak terkecuali walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang sangat tertarik dengan produk barang yang dijual Supardi dan Wiwit. Wanita yang menjabat sejak 8 Juni 2010 ini menyukai tas, kotak tisu, rak dispaly dari handycraft eceng gondok ini.

Risma panggilan akrab walikota wanita pertama di Surabaya ini menjadi langganan segala item barang yang dijual. Hampir setiap bulannya peralatan dapur maupun display rak diminatinya. Selain itu CV Rizqan Mufidah menjadi langganan instansi pemerintahan, swasta, maupun hotel. 


Mengubah Limbah menjadi Barang Bernilai Ekonomis

Belum tentu barang yang bagus dihasilkan dari bahan baku yang bagus. Bahkan kadang-kadang bahan bakunya terbuat dari sampah yang membuat orang memandangnya agak nyeleneh bahkan negatif. ”Orang bilang kita ini sukanya blusukan mencari barang tidak berguna, senengane nyusuh ae, seperti burung yang mencari dedaunan. Malah kalau bertemu dengan orang dan ditanyai pekerjaannya apa, ya saya jawab kita pencari sampah,” terang Supardi sambil tertawa.

Indonesia ini negara yang luas dengan sumber daya alam yang tidak terbatas. CV Rizqan Mufidah membuktikan bahwa bahan baku yang dilihat orang tidak berguna, dengan tangan terampil, kreatif, sekaligus inovatif akan membuat barang produksi yang bernilai tinggi. Sampah, limbah, maupun tanaman gulma sekalipun bisa dijadikan produk barang yang inovatif.

”Seyogyanya kita tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk bekerja, karena dinegara kita semuanya tersedia. Ini baru eceng gondok, belum pelepah pisang, bagaimana dengan pandan, klobot jagung, bagaimana dengan batok kelapa. Hanya kreativitas kita yang dapat membuat barang-barang itu menjadi mahal,” ujar Supardi yang awalnya menjadi pengusaha tanaman.

By: Nur Fajruddin
*Tulisan ini pernah dimuat di Surabaya Post

Kiprah Ikatan Alumni Wirausaha Muda Mandiri (Ika WMM)


Ciptakan Kemandirian pada Sesama

Ikatan Alumni Wirausaha Muda Mandiri (Ika WMM) tidak sekadar menjadi seorang pengusaha untuk dirinya sendiri. Melainkan berani mengajak orang yang dianggap diasingkan seperti penderita ODA (Orang Dengan AIDS), mantan pengguna narkoba, dan lain-lain.  Para pengusaha muda ini tidak hanya memperkaya dirinya sendiri tetapi berusaha menciptakan iklim usaha di wilayah Jawa Timur khususnya dan Indonesia.

Banyak sekali kegiatan yang dilakukan Ika WMM ini seperti, gathering, senergy coaching, ataupun untuk membantu para mantan-mantan pengguna narkoba ataupun penderita AIDS.

Yang menarik dari Ika WMM ini yakni berani untuk membantu para penderita ODA maupun mantan pengguna narkoba untuk berwirausaha. Padahal banyak sekali pandangan negatif masyarakat kepada orang-orang ini. Hal tersebutlah yang ingin disosialisasikan kepada masyarakat bahwa mereka juga memiliki hak yang sama untuk hidup, dihargai, dan dipandang layaknya masyarakat normal. Tak selamanya mereka harus berjuang sendiri dikerasnya kehidupan bermasyarakat. Bukan berarti mereka dikucilkan, malah harus diberi semangat agar mereka bisa hidup mandiri dan normal.

Dengan menciptakan kemandirian pada kalangan penderita ODA maupun mantan penggunan narkoba. Para Ika WMM yang beranggotakan pengusaha-pengusaha muda, selalu memberikan pelatihan dan memberikan bantuan dana untuk mereka yang di nilai kurang beruntung. Agar mereka bisa hidup mandiri dan bisa menjadi pengusaha seperti para anggota Ika WMM.

”Memang cukup sulit untuk mengedukasi maupun mensosialisasikan para masyarakat untuk ikut serta membantu mereka. Karena image negatif kepada mereka sudah terlanjur melekat. Hanya dengan kemandirian mereka bisa hidup dengan normal selayaknya masyarakat lainnya. Mereka diberi pelatihan dan modal agar mereka bisa mandiri. Sudah penderita ODA maupun mantan pengguna narkoba yang hidup mandiri dengan pembelajaran yang kami berikan. Mereka sudah bisa membuka kedai kopi, membuka toko kue, menjadi agen rokok, dan lain-lain,” jelas Fajar Sandi Oktiono Ketua Ika WMM

Selain peduli kepada sesama, para anggota Ika WMM ini juga melakukan sinergy coaching. Tujuannya untuk saling melengkapi kekurangan maupun kendala pada setiap anggota. ” Sinergy coaching ini contohnya seperti salah satu pengusaha memberikan pelatihan kepada pengusaha lain yang menjadi anggota. Pelatihan ini bisa ditujukan kepada karyawan dari masing-masing pelaku usaha. Jadi mereka yang tergabung dalam Ika WMM bisa saling mengisi kekurangan baik dalam management, sdm, maupun pengadaan produk,” jelas Fauzan T. Hananto Humas Ika WMM

Hal ini akan lebih mempermudah setiap anggota untuk lebih menutupi kekurangan masing-masing setiap bisnis. Kegiatan sinergy coaching ini akan lebih memudahkan para pengusaha muda untuk saling sharing maupun saling menutupi setiap kendala yang dihadapi. Memang tujuan dari Ika WMM sendiri yakni dapat melebarkan sayap untuk menjadi company yang besar bukan menjadi home industri saja. 



Sejarah Terbentuk

Terbentuknya Ika WMM ini berawal dari salah satu Bank Negara yang memiliki tujuan untuk mengembangkan sikap entrepreneur untuk kalangan anak muda. Karena melihat di Indonesia iklim dunia usaha semakin berkembang pesat. Namun, kalangan muda ataupun pengusaha muda belum banyak tertarik untuk menggeluti sebuah bisnis. Dari sinilah Bank tersebut mulai mengadakan kompetisi untuk menjaring entrepreneur muda untuk berkarya dan melakukan usaha inovatif.

Dari mulai dibentuk sejak tahun 2008, banyak sekali pengusaha muda usia antara 20 sampai 35 tahun mengikuti kegiatan ini. sekaligus mencetak banyak sekali finalis-finalis dari berbagai kategori. Setiap pengusaha muda dikategorikan masing-masing kelompok seperti kategori boga, kategori perdagangan atau jasa, kategori retail, maupun kategori industri kreatif.  Dalam setiap kategori akan dipertandingkan dan dinilai juri siapa-siapa yang akan mendapatkan uang pembinaan.

”Pengkategorian oleh juri memang untuk mempermudah penilaian, sekaligus melihat perkembangan bisnis yang dijalankan oleh mereka para pengusaha. Hal ini akan lebih mudah untuk melakukan pelatihan maupun strategi usaha yang dijalankan,” jelas Arif Pemenang Kabid Program Ika WMM

Ika WMM sendiri beranggotakan 200 orang lebih sejak tahun 2008. Anggota sendiri merupakan alumni dari finalis-finalis yang mengikuti kompetisi. Dengan tujuan agar setelah kompetisi tidak begitu saja menghilang, dibentuklah Ika WMM ini agar mereka para pengusaha muda dapat menjalin hubungan baik antar anggota. Banyak sekali keuntungan yang didapat setelah bergabung dengan perkumpulan ini. Para anggota dapat sharing bersama, dan mengadakan pelatihan secara bersama. Jalinan relasipun semakin luas.

Anggota Ika WMM sendiri kebanyakan dari daerah Jawa Timur seperti Kediri, Nganjuk, Malang, Lamongan, Bojonegoro, Sidoarjo, Mojokerto, maupun kota-kota lainnya. Kebanyakan 70% anggotanya laki-laki dan selebihnya perempuan. Jiwa-jiwa muda ini dibentuk untuk menjadi entrepreneur handal agar mereka bisa memiliki usaha yang nantinya bisa menjadi company besar. Sekaligus membuat lapangan pekerjaan baru.

Untuk mempermudah kepengurusan Ika WMM menunjuk salah satu anggota untuk mengisi kepengurusan. Seperti adanya ketua, wakil, sekretaris, bendahara, humas, maupun lainnya. Gunanya untuk lebih mempermudah setiap kegiatan yang sampai saat ini terus terselenggara. Begitu juga yang dilakukan oleh pemrakarsa kompetisi sampai tahun 2012 ini pun masih mencari pengusaha muda untuk ditempa menjadi seorang entreprenuer handal.

Selain itu anggota Ika WMM ini kebanyakan mereka dengan membawa usaha yang unik dan inovatif. Sekaligus tidak main-main dalam urusan omzet setiap usahanyanya. Hampir rata-rata para pengusaha yang menjadi anggota Ika WMM memiliki omzet ratusan juta setiap bulannya bahkan ada yang lebih. Untuk mengikuti kompetisi sendiri cukup sulit untuk menjadi finalis harus menyingkirkan lebih dari 2000 orang pengusaha muda yang mendaftar untuk mengikuti kompetisi yang diselenggarakan salah satu bank negara ini. 

by: Nur Fajruddin
*tulisan ini pernah dimuat di Surabaya Post.