Brangerous
Ruang Ekspresi Seni Kaum Perempuan
Perempuan kerap dijadikan sasaran kekerasan, pelecehan, bahkan trafficking yang
dilakukan oleh banyak oknum di negri ini. Bias genderpun masih tampak nyata
dalam kenyataan masyarakat. Munculnya Organisasi perempuan serta adanya peran
serta masyarakat yang peduli setidaknya dapat mengingatkan masyarakat serta
pemerintah tentang pentingnya perlindungan terhadap kaum perempuan.
Macam-macam bentuk kriminalitas yang mengancam
perempuan, semisal pelecehan seksual serta eksploitasi seks, trafficking serta
ketidaksetaraan gender mengundang perhatian dari sejumlah seniman wanita, di
antaranya bernama Maria, Dinar, Jajaq, Igna, Tantru dan (alm) Sapta, alumnus
jurusan Desain Produk, Institut Teknologi 10 November (ITS), Surabaya untuk
membuat sebuah gerakan kesenian sebagai upaya untuk mengeskplorasi ragam
permasalahan yang menyangkut kaum perempuan dan menyelipkan pesan kepada
masyarakat bahwasanya perempuan perlu perlindungan, perempuan mampu bekerja dan
berkarya seni sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia.
‘Brangerous’, itulah nama komunitas yang mewadahi
gerakan kesenian yang digagas oleh para seniman wanita, yang didirikan pada
tahun 2008. “Brangerous didirikan agar masyarakat dapat tahu bahwa kami kaum
wanita juga mampu berkarya seni. Komunitas ini sekaligus sebagai wadah bagi
seniman wanita untuk berekspresi dan bereksistensi lewat karyanya,” ujar Iis
Yunus, anggota Brangerous.
Visi dan misi Brangerous adalah mendukung perempuan
yang melakukan aktivitas berkesenian, melakukan aktivitas pameran seni lintas
genre dan memberikan kesempatan bagi para perempuan untuk mengutarakan
pandangan, pendapat, mimpi, obsesi, imajinasi, kritik dan saran untuk
permasalahan-permasalahan perempuan maupun permasalahan dunia lewat karya seni.
“Melalui karya seni Brangerous ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwasanya
kaum perempuan patut dihargai, patut dilindungi dan dihormati,” ujar Abigail
Niendy, anggota Brangerous.
Mengapa memilih nama ‘Brangerous’? Mereka
menjelaskan bahwa ‘bra’ identik dengan perempuan, sedangkan ‘dangerous’ dalam
bahasa Inggris berarti berbahaya. “Eits, tapi bra bukan sekedar bra yang
dipakai kaum perempuan, namun bra juga memiliki kepanjangan, yakni Brain
Release Art. Karya-karya kami berasal dari ide, pemikiran serta kedekatan
sesama wanita dalam hati,” ujar Citra Ratih Prameswari, anggota Brangerous.
Dijelaskan pula bahwa seni adalah media kebebasan
menyuarakan pendapat dan tidak ada aturan yang mengikat. “Hal itulah yang
melandasi kami untuk membuat komunitas yang bergerak di bidang seni, selain
karena memang kami cinta terhadap seni itu sendiri,” tandas Adrea Kristatiani,
anggota Brangerous. Brangerous sebagai komunitas seniman wanita juga menjalin
kerjasama sosial dan memperluas jaringan. Tujuannya, agar mereka lebih peka
terhadap permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat, khususnya yang
menimpa kaum perempuan.
Brangerous sejak tahun 2008 memiliki banyak kegiatan
pameran seni yang memasukkan segala unsur kesenian, mulai dari seni rupa,
prosa, puisi, video art, komik, ilustrasi, film dokumenter dan lain-lain. “Kami
memasukkan segala bentuk kesenian dalam aktivitas pameran kami. Brangerous
bebas, tidak memiliki kecenderungan terhadap seni tertentu. Siapapun kaum
perempuan yang memiliki karya seni dalam bentuk apapun, kami terima dengan
tangan terbuka,” ujar Iis Yunus, anggota Brangerous.
Contohnya pada Oktober 2012 mereka menyelenggarakan
pameran seni yang merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap kesadaran untuk
melakukan pencegahan Breast Cancer. Mereka memaparkan bahwa pameran tersebut
sebagai bentuk luapan kasih sayang mereka untuk kaum perempuan di seluruh dunia
serta penghargaan yang mereka berikan tentang perjuangan dan pengorbanan yang
dilakukan oleh kaum perempuan untuk mencapai keinginan menjadi manusia
seutuhnya dengan harapan dapat dipandang sebagai objek dengan segala
eksistensinya. “Atas nama perempuan, pameran Oktober kemarin diselenggarakan
juga untuk memperingati bulan Oktober sebagai bulan kesadaran kanker payudara
sedunia, International Breast Cancer
Awareness dengan satu pesan yang sama, yakni perlindungan terbaik adalah
pendeteksian dini,” ujar Abigail Niendy.
Dalam eksistensinya, Brangerous kerap bekerjasama
dengan pihak-pihak lain, utamanya menyangkut pihak yang bergerak di bidang
pemberdayaan atau perlindungan perempuan. Sebut saja Koalisi Perempuan
Indonesia, tokoh perempuan, Ester Kuntjara maupun lembaga Reach to Recovery
Surabaya, sebuah lembaga yang menangani permasalahan kanker payudara. “Seringkali
kami didukung oleh banyak pihak dalam setiap pameran seni yang kami
selenggarakan. Disana kami kerap membuka suatu ruang diskusi yang membahas
tentang permasalahan-permasalahan perempuan dan anak-anak, misalnya eksploitasi
seksual, trafficking maupun ketidaksetaraan gender,” ujar Shelly Bertha Idelia,
anggota Brangerous.
Ketika ditemui, komunitas Brangerous
tampak membawa serta karya-karya milik masing-masing anggotanya. Terdapat
puluhan karya yang sebagian besar mengeksplorasi bra sebagai media berekspresi.
Contohnya karya Maria Cecilia yang berjudul Breast Cancer Awareness Coin Purse
(Bra dan alat jahit). Tampak disitu sebentuk karya dompet yang dibuat dari
kedua ujung bra yang dikaitkan dan dijahit serta sebagai pemanis, dikaitkan pula
pernak-pernik kain untuk menambah nuansa artistiknya. Menurut Maria, karyanya
itu dibuat sebagai bentuk penghargaan terhadap kaum perempuan, utamanya yang peduli terhadap kanker payudara. “Tujuannya agar para wanita dapat
menyimpan koin sisa belanjaannya. Meski uang koin bernilai kecil, namun dapat
bermanfaat bagi wanita lain yang membutuhkan. Melalui hal kecil itu para wanita
dapat memberikan dukungan kepada para survival kanker payudara,” ujarnya.
Adapula karya Luri Renaningtyas yang berjudul ‘Sex
Sells’, dimana dalam karya itu Luri mengeksplorasi uang kertas sebesar 100 ribu
rupiah yang saling ditempelkan dikaitkan hingga membentuk sebuah bra. Ketika
ditanya maknanya, Luri mengatakan bahwa karyanya itu menarasikan perempuan yang
selalu jadi komoditi. “Perempuan kerap menjadi komoditi ekonomi, seakan-akan
perempuan adalah sosok yang punya kekuatan magis bagi kebutuhan kapital yang menjadikannya
sesuatu yang menjual,” terangnya.
Komunitas Brangerous sejak tahun 2008 telah
melakukan pameran seni. Di antaranya Go,Go Girl (2008), Brativity (2009), Merah
Putih Harimu, The Way I Dress Up, Dream / Obsession (2010), What We Love about
Friend (2011) dan yang terakhir, di tahun 2012 adalah pameran ABRAcadaBRA yang
mengulas tentang Breast Cancer. Sampai saat ini mereka memiliki banyak anggota,
namun yang aktif berkarya sekitar 30-40 orang. Di dalam Brangerous, tidak ada
susunan ketua, bendahara, sekretaris dan semacamnya. “Kami bergerak
bersama-sama, mempunyai visi dan misi secara bersama-sama. Tidak ada ketua dan
semacamnya karena kami satu hati dalam melakukan segalanya. Semua sama rata,”
ujar Icha, anggota Brangerous.
Mereka mengatakan bahwa mereka akan tetap konsisten
dalam mengulas permasalahan-permasalahan wanita dan menunjukkan kepada
masyarakat bahwa perempuan juga bisa berkarya seni dan berekspresi.
Sebagai media eksplorasi, di lain kesempatan mereka akan menggunakan media lain
selain bra. “Kami juga punya rencana untuk mengeksplorasi media lain selain
bra. Apa itu? nantikan saja pameran-pameran kami selanjutnya. Kami akan terus
berkarya, kalau perlu sampai titik darah penghabisan,” pungkas Iis Yunus dengan
menggebu-gebu.
* Tulisan saya ini pernah dimuat di Surabaya Post edisi 09 Desember 2012