Hj. Musyafa'ah sedang membatik ditemani cucunya |
Nama : Hj. Musyafa’ah
Tempat Tanggal Lahir :
Surabaya, 1931
Nama Suami : (alm) Hj.
Saleh Imam
Resep
Sehat Ala Pebatik Senior Hj. Musyafa’ah: Beraktifitas, Bersabar, Bersyukur
Seperti hari-hari
biasanya, siang itu Hj. Musyafaah terlihat sibuk menata kain-kain batik
produksinya. Sesekali ia terlihat tekun mengamati motif batik kreasi para
karyawan dimana sebelum melewati proses finishing, karya batik haruslah disetorkan terlebih dahulu kepada Hj. Musyafa’ah untuk
diteliti kesempurnaannya.
“Ini perlu ditambah
lagi motifnya; bagian atas jangan terlalu banyak bidang kosongnya. Tambahkan
sedikit lagi saja,” ujar Hj. Musyafa’ah kepada salah satu karyawannya. Untuk
soal membatik, Hj. Musyafa’ah terbilang perfeksionis. “Produksi batik disini harus
benar-benar berkualitas baik dan artistik,” tambahnya kepada saya.
Di usianya yang
menginjak 82 tahun ia terlihat masih bersemangat, dan daya ingatnyapun masih
tajam. Bahkan, sesekali ia terjun langsung untuk membuat batik sekaligus
mengawasi sistem kerja para karyawannya. “Memang karena faktor usia, saya sudah
tidak seaktif dulu lagi. Jadinya saya memfokuskan diri untuk bekerja di rumah.
Bila sempat keluar rumahpun hanya sesekali saja, mengantar produk. Itupun saya lakukan untuk mengisi waktu luang,” ungkapnya.
Dikenal sejak tahun
1953, hingga kini namanya dikenal banyak orang. Ketika mendengar nama Hj.
Musyafa’ah, pikiran mereka tertuju pada satu-satunya pebatik senior yang
tersisa di Sidoarjo. Memang, meskipun kini usahanya diturunkan dan dipimpin
langsung oleh cucu ketiganya, Rinaldi Kurnia, namun Hj. Musyafa’ah tidak ingin
terlena dengan romansa hari tua: sekedar beristirahat, menikmati waktu yang ada
sembari menimang cucu/cicit, melainkan ia lebih memilih untuk tetap beraktivitas.
“Pokoknya sebisa mungkin setiap hari saya harus beraktivitas. Itulah yang
menyebabkan saya tetap segar bugar,” ujar Nenek tujuh cucu itu.
Rupanya beraktivitas
dalam mengisi waktu luang merupakan salah satu resep sehat ala Hj. Musyafa’ah.
Bahkan paparnya, sesekali ia menyempatkan diri untuk mengantar produk batiknya
ke distributornya di daerah Pabean, Surabaya dengan menaiki bis kota. “Anak-anak dan cucu-cucu saya sebenarnya banyak yang melarang saya untuk
berpergian. Namun saya tetap bersikeras, saya masih kuat. Usia tidak
menghalangi saya untuk beraktivitas. Sebab jika tidak beraktivitas, badan rasanya
tidak nyaman. Beraktivitas rutin seperti keseharian saya juga merupakan suatu bentuk
olahraga lho,” paparnya.
Selain beraktivitas,
resep sehat lainnya ala Hj. Musyafa’ah adalah bersabar. Pengalaman yang didapatnya sejak bertahun-tahun lalu dalam menghadapi pelanggan dengan berbagai karakter,
termasuk permasalahan sehari-hari yang pernah dilalui pada akhirnya menempa dirinya untuk dapat selalu sabar
dalam menjalani kehidupan. “Kesabaran itu juga termasuk pola hidup sehat. Dengan
kesabaran, orang tidak akan terlalu banyak beban pikiran. Seperti yang kita
tahu, beban pikiran adakalanya menyebabkan stress dan mengganggu kesehatan.
Dengan kesabaran, seseorang akan senantiasa terjaga hati dan perasaannya, sekaligus kesehatan tubuhnya juga akan terjaga,” papar Ibu enam anak itu.
Cara hidup sabar,
menurut Hj. Musyafa’ah, dapat diwujudkan dalam banyak hal dalam kehidupan
sehari-hari, contohnya dalam mengatasi segala persoalan. “Pengendalian emosi. Jangan mudah merasa tersinggung dan berperasaan yang
tidak-tidak. Tidak usah ambil pusing bila sedang ada masalah. Rejeki, jodoh itu
sudah ada yang mengatur,” ujarnya.
Bagaimana dengan pola
makan? Ditanya mengenai pola makan, Hj. Musyafa’ah mengakui bila ia memiliki
cara untuk mengatur pola makan. “Untuk usia seperti saya, pola makan harus
teratur. Banyak-banyak makan sayuran dan kurangi makan-makanan berlemak.
Jikapun ingin makan daging dan makanan berlemak lainnya, sesekali saja tidak
apa-apa, asal jangan sering-sering,” ujar istri dari (alm) Hj. Saleh Imam itu.
Resep sukses lainnya,
Hj. Musyafa’ah mengaku bahwa ia memiliki satu kunci utama dalam mengatur pola
hidup sehat, yakni beribadah, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Segala
sesuatu yang ada di dunia ini adalah ketentuan dari Tuhan, kita ini begitu
kecil dan haruslah selalu ingat kepadaNYA, Yang Maha Pencipta,” terang
perempuan kelahiran tahun 1931 itu.
Dalam usianya yang
menginjak 82 tahun, ia aktif mengikuti pengajian dan tidak pernah lupa
menunaikan ibadah setiap harinya. “Beribadah itu membuat seseorang sehat secara
fisik dan rohani. Itu kunci sehat paling utama. Percuma bila kita pantang
ini-pantang itu, minum jamu sini-situ, kalau tidak ingat Tuhan ya hasilnya nol
besar. Wong yang ngasih kesehatan itu Gusti Pangeran kok,” ungkapnya.
Diwawancarai di kediamannya di Jl. Jetis,
Sidoarjo yang tersohor sebagai kampung batik Sidoarjo itu tampaknya membuat Hj
Musyafa’ah semakin bersemangat. Ia seperti merunut kembali masa lalunya,
saat-saat dimana ia menjadi pengusaha batik yang pada akhirnya sekarang, atas kerja kerasnya itu ia tinggal
menikmati kesuksesan. Namun tidak sedikitpun ia terlena. Luar biasa bukan?
Hj. Musyafa’ah berkisah
panjang lebar mengenai masa mudanya kepada saya. Ingatannya masih
tajam, bahkan untuk mengingat detail kisah-kisahnya ia masih mampu.
Dikisahkannya, pada tahun 1953 ia memiliki inisiatif untuk memproduksi
kerajinan batik. “Ide itu berasal dari mertua saya. Mereka melihat hasil karya
batik saya, mereka tertarik dan berujar, Musyafa’ah, kamu sebaiknya buka usaha
jualan batik saja, karyamu bagus sekaligus bisa membantu perekonomian
keluargamu toh,” papar Musyafa’ah. Berdasarkan dorongan dari mertuanya itu
Musyafa’ah tertarik untuk membuka usaha batik.
Maka untuk membantu
suaminya yang saat itu bekerja sebagai anggota TNI, Musyafa’ah membuka usaha
batik. Ia memulainya dengan produksi kecil-kecilan, sekaligus belajar dengan
cara survey ke tempat-tempat penjual batik lainnya untuk mendalami motif batik
dan kemudian mengembangkannya. “Beruntung kampung Jetis yang saya tempati
adalah kampung batik. Jadi saya bisa menimba ilmu dari senior-senior saya pada
dekade 1953,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, bahwa
budaya kampung batik di lingkungannya sangat harmonis. Tidak ada nuansa
persaingan diantara para pedagang karena mereka semua terkait satu sama lain
dengan filosofi gotong-royong dan guyub rukun serta dalam hal bisnis, mereka
berpedoman pada keyakinan agama bahwa rejeki, jodoh dan sebagainya sudah ada
yang mengatur. “Itulah semangat yang menempa kepribadian saya hingga saat ini,”
ujar buyut 4 cicit itu.
Musyafa’ah
mengungkapkan bahwa usahanya mengalami kemajuan pesat, terlebih pada dekade
1970-1980an. Pada tahun itu secara bertahap ia berhasil membeli sepetak-dua petak
tanah untuk mengembangkan lahan usahanya. Walhasil, kerja kerasnya itu ia
manfaatkan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya, bahkan ia mampu membelikan
rumah sekaligus menguliahkan anak-anaknya satu persatu.
Hingga saat ini
Musyafa’ah tercatat sebagai satu-satunya pebatik senior asal Sidoarjo, sebab
pebatik seangkatannya rata-rata telah meninggal dunia. Usahanya di bidang
pelestarian batik Sidoarjo itu dihargai oleh pemerintah dengan memberikan
berbagai piagam dan bantuan. Salah satunya dari Bupati Sidoarjo, juga terpilih
sebagai pemenang anugerah citra kartini sidoarjo, sebagai pengusaha senior yang
masih aktif berkarya, bahkan mendapat penghargaan dari UNESCO sebagai pelestari
batik Sidoarjo.
Apa bedanya motif batik
Sidoarjo dengan motif batik dari kota lain? “Dalam batik Sidoarjo terdapat
banyak motif khas seperti ‘Sekar Jagad’, ‘Kembang Bayem’, ‘Kembang Pring’,
“Mahkota’, ‘Rawan’ dan lain-lain. Salah satu ciri khasnya adalah terdapat
gambar hewan, yakni burung dalam motif batik khas Sidoarjo,” ujar Ibu yang
keenam anaknya bergelar sarjana itu.
Saat ini usaha batik
milik Hj. Musyafa’ah telah diwariskan langsung oleh cucu ketiganya, Rinaldi
Kurnia. Kepada cucunya itu ia memberikan pembinaan intensif dan pelatihan
manajemen seperti yang pernah dilakukannya pada masa muda. Alhasil, dengan
pembinaan yang ia berikan, usaha batiknya makin mentereng. Beragam kembangan
motif berhasil diciptakan oleh cucunya itu, bahkan menyesuaikan dengan konsep modern art yang dipadu dengan nuansa ornamentik yang memiliki karakter deformasi dan stilasi, khas motif
batik. Bicara mengenai batik Sidoarjo, orang tidak pernah alpa untuk
menyebutkan nama usaha binaan Hj. Musyafa’ah, yakni ‘Batik Masfiroh’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar