anggota komunitas kretek surabaya |
KOMUNITAS
KRETEK SURABAYA
SAVE
KRETEK, SAVE INDONESIA!
RPP Anti Tembakau bila
disahkan, rasanya cukup menyesakkan bagi industri rokok di tanah air.
Bayangkan, Industri rokok kelas menengah akan gulung tikar, petani tembakau
dipaksa untuk mendiversivikasi tanaman sampai alih tanaman, dan yang lebih
mengerikan lagi, kretek yang merupakan hasil dari budaya Indonesia akan hilang.
Lucunya, selain di satu sisi melarang penggunaan tembakau, di sisi lain RPP
Anti Tembakau itu membuat ketentuan agar industri rokok diwajibkan untuk meracik komposisi rokok dalam takaran tertentu, larangan penggunaan tembakau lokal dan menggantinya dengan tembakau Virginia (tembakau impor) serta meminimalkan jumlah rokok dalam satu kemasan,
yakni 20 batang.
Berdasarkan
keganjilan-keganjilan dalam RPP Anti Tembakau, juga dengan dasar memperjuangkan
kretek sebagai budaya asli Indonesia, para individu dari berbagai kalangan
dengan kesamaan visi membentuk sebuah komunitas, yakni Komunitas Kretek
(Komtek). Komtek didirikan pada bulan Oktober tahun 2010. Di Surabaya, mereka
memiliki base camp di Perum Pandugo 1, Surabaya. Tercatat, hingga saat ini Komtek memiliki cabang
di 7 kota di Indonesia, yakni Makassar, Jember, Jakarta, Surabaya, Semarang,
Jogjakarta, dan Medan.
“Komunitas Kretek Indonesia
didirikan awalnya berdasarkan kegelisahan kami terhadap buku ‘Nikotin War’,
karya Wanda Hamilton. Dalam buku itu tampak sekali kepentingan bisnis industri
Farmasi dibalik kampanye anti rokok,” ujar Alexius, anggota Komtek. Menurutnya,
kepentingan asing yang bermain di balik kampanye anti tembakau, bekerjasama
dengan WHO, mendorong beberapa negara untuk mengaksesi draft anti tembakau yang
di Indonesia memicu munculnya RPP Anti Tembakau. “Bila draft anti tembakau yang
diajukan pihak asing diaksesi oleh pemerintah Indonesia, maka akan muncul
masalah besar. Industri tembakau dari hulu ke hilir akan lumpuh, berikut
matinya kretek sebagai budaya khas Indonesia,” ujar Erda, koordinator Komtek
Surabaya.
Kretek merupakan budaya
Indonesia yang dengan gigih mereka perjuangkan. Kretek bukan rokok, melainkan
suatu inovasi tersendiri yang diracik oleh masyarakat Indonesia di masa lalu
dimana mereka mencampurkan cengkeh dan saus perasa bersama tembakau, sehingga
menghasilkan citarasa tersendiri. “Save kretek, save Indonesia! Bila RPP Anti
Tembakau disahkan, kretek sebagai budaya asli Indonesia akan lenyap,” ujar Riza
Aisyah, anggota Komtek.
Komtek juga menangkap
adanya keganjilan dalam kampanye anti rokok yang berlangsung selama 5-6 tahun
terakhir. Dalam kampanye tersebut, mereka menemukan fakta bahwa aktivis anti
rokok didanai oleh Bloomberg Inisiative dari Amerika Serikat, yang mempunyai
hubungan dengan industri farmasi. Sembari berkampanye anti rokok, mereka
memasarkan obat bagi orang yang ingin berhenti merokok. Bloomberg dan aktivis
anti tembakau, menamakan terapinya sebagai ‘Nicotine Replacement Therapy’, yang
di dalamnya dipasarkan produk penyembuh bagi pecandu rokok seperti Nicoder,
Nicohol dan sebagainya.
Bagaimana dengan bahaya
tembakau bagi kesehatan? “Itu hanya akal-akalan industri farmasi tertentu yang
mencoba menghancurkan pangsa pasar tembakau. Bila merokok dapat menyebabkan
impotensi, di Indonesia dengan jumlah perokok terbanyak saja jumlah penduduknya
menempati urutan kelima terbanyak di dunia. Bila tembakau memperpendek umur, banyak
perokok yang usianya lebih dari 80 tahun masih sehat,” ujar Andi, anggota
Komtek. Menurut Komtek, industri Farmasi tergiur dengan banyaknya jumlah
perokok di Indonesia dengan pemasukan dari Industri tembakau untuk negara yang
tahun ini diperkirakan mencapai 70 Trilyun.
Industri Farmasi yang
mendanai aktivis anti rokok dan berhasil mempengaruhi WHO akhirnya memunculkan
traktat Internasional yang dinamakan FCTC (Framework Convention of Tobacco
Control) yang mendorong negara-negara di dunia untuk mengaksesinya dalam bentuk
undang-undang. Aktivis anti tembakau Indonesia mendorong pemerintah untuk
mengaksesi draft FCTC dalam undang-undang dimana draft itu memiliki banyak
keanehan, yang selain melarang tembakau, juga mengatur persoalan tata niaga
tembakau. “Aneh, FCTC selain memunculkan draft RPP Anti Tembakau, mereka
berusaha mengatur pula bisnis tembakau. Jelas, tercium aroma kepentingan asing,
hasil perselingkuhan industri Farmasi dan industri rokok raksasa yang mengatur
komposisi, jumlah dan penggunaan rokok. Industri rokok, kelangsungan hidup
petani dan buruh, juga kretek sebagai budaya asli Indonesia akan terancam,”
ujar Natalia, sekwil Komtek Surabaya.
Komtek didukung oleh
banyak kalangan, mulai dari politikus, pengacara, budayawan, bahkan artis. Sebut saja Nugie, Emha Ainun Nadjib, Butet
Kertarejasa, Rieke Diah Pitaloka, Deddy Corbuzier dan masih banyak lagi. Henry
Josodiningrat, pengacara kawakan bahkan mempermasalahkan RPP Anti Tembakau sejak
pasal 1 yang isinya seakan menegaskan bahwa pecandu rokok tidak bisa melepaskan diri
dari ketergantungan. Menurutnya, perokok tidak selalu merokok. Bila ada
aktivitas yang menyibukkan, atau sedang puasa, maka perokok tentu tidak merokok. Senada, Yusril
Ihza Mahendra, politikus dan ahli hukum mengungkapkan bahwa RPP Anti Tembakau
merupakan bentuk adanya kepentingan asing yang hendak mematikan industri
tembakau di tanah air. “Pak Yusril menambahkan bahwa diaksesinya traktat FCTC
di Filipina menjadi undang-undang menyebabkan industri lokal tembakau disana
mati. Industri-industri rokok itu diakuisisi oleh Phillip Morris. Bila RPP Anti
Tembakau disahkan, maka Indonesia akan bernasib sama dengan Filipina,” terang
Erda, koordinator Komtek.
Bila RPP Anti Tembakau
disahkan, menurut Komtek, akan muncul kerugian di tiga pihak, yakni petani,
industri tembakau dan negara. Petani akan dibatasi untuk menanam tembakau,
diversivikasi tanaman dan nantinya RPP Anti Tembakau sebagai turunan dari FCTC
hanya memperbolehkan penggunaan tembakau Virginia, tembakau yang digunakan oleh
industri rokok asing dan melarang penggunaan tembakau lokal. Walhasil, tembakau
lokal yang ditanam petani tidak diperuntukkan untuk industri rokok, melainkan untuk
hal lainnya seperti bahan baku pestisida. “Padahal tidak ada bukti bahwa
tembakau dapat dijadikan pestisida,” ujar Alexius.
Kerugian bagi industri rokok, yakni UKM akan gulung tikar, adanya PHK massal disebabkan tidak diperbolehkannya penanaman tembakau lokal, dan yang lebih parah, sesuai dengan draft RPP Pasal 12 ayat 1 yang mengharuskan setiap industri rokok menguji kesehatan produk rokoknya. Otomatis industri rokok kecil yang tidak mampu membeli peralatan pengujian kesehatan akan gulung tikar pula. Kerugian negara dalam hal ini akan berdampak pada menurunnya pendapatan negara berupa cukai tembakau, beredarnya tembakau illegal dan yang lebih mengerikan lagi, ada indikasi kepentingan asing yang akan memegang kendali industri tembakau di Indonesia, sehingga negara tidak akan mendapatkan pemasukan lagi.
Kerugian bagi industri rokok, yakni UKM akan gulung tikar, adanya PHK massal disebabkan tidak diperbolehkannya penanaman tembakau lokal, dan yang lebih parah, sesuai dengan draft RPP Pasal 12 ayat 1 yang mengharuskan setiap industri rokok menguji kesehatan produk rokoknya. Otomatis industri rokok kecil yang tidak mampu membeli peralatan pengujian kesehatan akan gulung tikar pula. Kerugian negara dalam hal ini akan berdampak pada menurunnya pendapatan negara berupa cukai tembakau, beredarnya tembakau illegal dan yang lebih mengerikan lagi, ada indikasi kepentingan asing yang akan memegang kendali industri tembakau di Indonesia, sehingga negara tidak akan mendapatkan pemasukan lagi.
Keganjilan lain dalam
RPP Anti Tembakau adalah tidak adanya pelarangan terhadap cerutu dan tembakau Iris.
Dalam pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa cerutu (jenis rokok asing), klembak
menyan (rokok lokal yang berbahan kemenyan), serta tembakau iris
(jenis tembakau yang dijadikan komposisi rokok asing) tidak perlu dilakukan pengujian.
“Cerutu dan tembakau iris tidak dilarang, namun tembakau lokal, utamanya kretek
sebagai produk budaya Indonesia malah dilarang. Itu kan aneh,” ujar Andi,
anggota Komtek.
Komunitas Kretek yang
terbentuk dari inisiatif para individu yang memiliki kepedulian terhadap budaya, juga kepedulian terhadap para perokok kretek yang telah membayar cukai negara dari hasil pembelian kretek
serta kepedulian terhadap eksistensi industri tembakau yang menyumbang
pemasukan negara akhirnya memperoleh hasil yang cukup baik berupa Amar Putusan
Mahkamah Konstitusi atas gugatan Undang-Undang kesehatan, yakni, negara
menjamin rokok dan aktivitas merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi
undang-undang. Selain itu merokok adalah sebuah hak yang dilindungi oleh dasar hukum
konstitutional. Pemerintahpun menjamin perlindungan kretek sebagai budaya asli Indonesia serta menjamin bahwa di setiap tempat umum akan disediakan ruang khusus bagi
para perokok.
“Kretek bukan hanya berbicara
tentang budaya, namun kretek juga menghasilkan adanya wanita tangguh, yakni
petani dan buruh tembakau yang sebagian besar adalah wanita. Maka dari itu,
kita harus memiliki kepedulian untuk menyelamatkan kretek sebagai budaya asli
Indonesia,” pungkas Natalia, sekwil Komtek yang juga merupakan salah satu
penulis dalam buku ‘Perempuan Bicara Kretek’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar