Cari Blog Ini

Jumat, 07 Desember 2012

Komunitas Kretek Surabaya: Save Kretek, Save Indonesia!



anggota komunitas kretek surabaya


KOMUNITAS KRETEK SURABAYA
SAVE KRETEK, SAVE INDONESIA!


RPP Anti Tembakau bila disahkan, rasanya cukup menyesakkan bagi industri rokok di tanah air. Bayangkan, Industri rokok kelas menengah akan gulung tikar, petani tembakau dipaksa untuk mendiversivikasi tanaman sampai alih tanaman, dan yang lebih mengerikan lagi, kretek yang merupakan hasil dari budaya Indonesia akan hilang. Lucunya, selain di satu sisi melarang penggunaan tembakau, di sisi lain RPP Anti Tembakau itu membuat ketentuan agar industri rokok diwajibkan untuk meracik komposisi rokok dalam takaran tertentu, larangan penggunaan tembakau lokal dan menggantinya dengan tembakau Virginia (tembakau impor) serta meminimalkan jumlah rokok dalam satu kemasan, yakni 20 batang.

Berdasarkan keganjilan-keganjilan dalam RPP Anti Tembakau, juga dengan dasar memperjuangkan kretek sebagai budaya asli Indonesia, para individu dari berbagai kalangan dengan kesamaan visi membentuk sebuah komunitas, yakni Komunitas Kretek (Komtek). Komtek didirikan pada bulan Oktober tahun 2010. Di Surabaya, mereka memiliki base camp di Perum Pandugo 1, Surabaya. Tercatat, hingga saat ini Komtek memiliki cabang di 7 kota di Indonesia, yakni Makassar, Jember, Jakarta, Surabaya, Semarang, Jogjakarta, dan Medan.

“Komunitas Kretek Indonesia didirikan awalnya berdasarkan kegelisahan kami terhadap buku ‘Nikotin War’, karya Wanda Hamilton. Dalam buku itu tampak sekali kepentingan bisnis industri Farmasi dibalik kampanye anti rokok,” ujar Alexius, anggota Komtek. Menurutnya, kepentingan asing yang bermain di balik kampanye anti tembakau, bekerjasama dengan WHO, mendorong beberapa negara untuk mengaksesi draft anti tembakau yang di Indonesia memicu munculnya RPP Anti Tembakau. “Bila draft anti tembakau yang diajukan pihak asing diaksesi oleh pemerintah Indonesia, maka akan muncul masalah besar. Industri tembakau dari hulu ke hilir akan lumpuh, berikut matinya kretek sebagai budaya khas Indonesia,” ujar Erda, koordinator Komtek Surabaya. 

Kretek merupakan budaya Indonesia yang dengan gigih mereka perjuangkan. Kretek bukan rokok, melainkan suatu inovasi tersendiri yang diracik oleh masyarakat Indonesia di masa lalu dimana mereka mencampurkan cengkeh dan saus perasa bersama tembakau, sehingga menghasilkan citarasa tersendiri. “Save kretek, save Indonesia! Bila RPP Anti Tembakau disahkan, kretek sebagai budaya asli Indonesia akan lenyap,” ujar Riza Aisyah, anggota Komtek.

Komtek juga menangkap adanya keganjilan dalam kampanye anti rokok yang berlangsung selama 5-6 tahun terakhir. Dalam kampanye tersebut, mereka menemukan fakta bahwa aktivis anti rokok didanai oleh Bloomberg Inisiative dari Amerika Serikat, yang mempunyai hubungan dengan industri farmasi. Sembari berkampanye anti rokok, mereka memasarkan obat bagi orang yang ingin berhenti merokok. Bloomberg dan aktivis anti tembakau, menamakan terapinya sebagai ‘Nicotine Replacement Therapy’, yang di dalamnya dipasarkan produk penyembuh bagi pecandu rokok seperti Nicoder, Nicohol dan sebagainya.

Bagaimana dengan bahaya tembakau bagi kesehatan? “Itu hanya akal-akalan industri farmasi tertentu yang mencoba menghancurkan pangsa pasar tembakau. Bila merokok dapat menyebabkan impotensi, di Indonesia dengan jumlah perokok terbanyak saja jumlah penduduknya menempati urutan kelima terbanyak di dunia. Bila tembakau memperpendek umur, banyak perokok yang usianya lebih dari 80 tahun masih sehat,” ujar Andi, anggota Komtek. Menurut Komtek, industri Farmasi tergiur dengan banyaknya jumlah perokok di Indonesia dengan pemasukan dari Industri tembakau untuk negara yang tahun ini diperkirakan mencapai 70 Trilyun.

Industri Farmasi yang mendanai aktivis anti rokok dan berhasil mempengaruhi WHO akhirnya memunculkan traktat Internasional yang dinamakan FCTC (Framework Convention of Tobacco Control) yang mendorong negara-negara di dunia untuk mengaksesinya dalam bentuk undang-undang. Aktivis anti tembakau Indonesia mendorong pemerintah untuk mengaksesi draft FCTC dalam undang-undang dimana draft itu memiliki banyak keanehan, yang selain melarang tembakau, juga mengatur persoalan tata niaga tembakau. “Aneh, FCTC selain memunculkan draft RPP Anti Tembakau, mereka berusaha mengatur pula bisnis tembakau. Jelas, tercium aroma kepentingan asing, hasil perselingkuhan industri Farmasi dan industri rokok raksasa yang mengatur komposisi, jumlah dan penggunaan rokok. Industri rokok, kelangsungan hidup petani dan buruh, juga kretek sebagai budaya asli Indonesia akan terancam,” ujar Natalia, sekwil Komtek Surabaya.

Komtek didukung oleh banyak kalangan, mulai dari politikus, pengacara, budayawan, bahkan artis.  Sebut saja Nugie, Emha Ainun Nadjib, Butet Kertarejasa, Rieke Diah Pitaloka, Deddy Corbuzier dan masih banyak lagi. Henry Josodiningrat, pengacara kawakan bahkan mempermasalahkan RPP Anti Tembakau sejak pasal 1 yang isinya seakan menegaskan bahwa pecandu rokok tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan. Menurutnya, perokok tidak selalu merokok. Bila ada aktivitas yang menyibukkan, atau sedang puasa, maka perokok tentu tidak merokok. Senada, Yusril Ihza Mahendra, politikus dan ahli hukum mengungkapkan bahwa RPP Anti Tembakau merupakan bentuk adanya kepentingan asing yang hendak mematikan industri tembakau di tanah air. “Pak Yusril menambahkan bahwa diaksesinya traktat FCTC di Filipina menjadi undang-undang menyebabkan industri lokal tembakau disana mati. Industri-industri rokok itu diakuisisi oleh Phillip Morris. Bila RPP Anti Tembakau disahkan, maka Indonesia akan bernasib sama dengan Filipina,” terang Erda, koordinator Komtek.

Bila RPP Anti Tembakau disahkan, menurut Komtek, akan muncul kerugian di tiga pihak, yakni petani, industri tembakau dan negara. Petani akan dibatasi untuk menanam tembakau, diversivikasi tanaman dan nantinya RPP Anti Tembakau sebagai turunan dari FCTC hanya memperbolehkan penggunaan tembakau Virginia, tembakau yang digunakan oleh industri rokok asing dan melarang penggunaan tembakau lokal. Walhasil, tembakau lokal yang ditanam petani tidak diperuntukkan untuk industri rokok, melainkan untuk hal lainnya seperti bahan baku pestisida. “Padahal tidak ada bukti bahwa tembakau dapat dijadikan pestisida,” ujar Alexius. 

Kerugian bagi industri rokok, yakni UKM akan gulung tikar, adanya PHK massal disebabkan tidak diperbolehkannya penanaman tembakau lokal, dan yang lebih parah, sesuai dengan draft RPP Pasal 12 ayat 1 yang mengharuskan setiap industri rokok menguji kesehatan produk rokoknya. Otomatis industri rokok kecil yang tidak mampu membeli peralatan pengujian kesehatan akan gulung tikar pula. Kerugian negara dalam hal ini akan berdampak pada menurunnya pendapatan negara berupa cukai tembakau,  beredarnya tembakau illegal dan yang lebih mengerikan lagi, ada indikasi kepentingan asing yang akan memegang kendali industri tembakau di Indonesia, sehingga negara tidak akan mendapatkan pemasukan lagi.
Keganjilan lain dalam RPP Anti Tembakau adalah tidak adanya pelarangan terhadap cerutu dan tembakau Iris. Dalam pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa cerutu (jenis rokok asing), klembak menyan (rokok lokal yang berbahan kemenyan), serta tembakau iris (jenis tembakau yang dijadikan komposisi rokok asing) tidak perlu dilakukan pengujian. “Cerutu dan tembakau iris tidak dilarang, namun tembakau lokal, utamanya kretek sebagai produk budaya Indonesia malah dilarang. Itu kan aneh,” ujar Andi, anggota Komtek.

Komunitas Kretek yang terbentuk dari inisiatif para individu yang memiliki kepedulian terhadap budaya, juga kepedulian terhadap para perokok kretek yang telah membayar cukai negara dari hasil pembelian kretek serta kepedulian terhadap eksistensi industri tembakau yang menyumbang pemasukan negara akhirnya memperoleh hasil yang cukup baik berupa Amar Putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan Undang-Undang kesehatan, yakni, negara menjamin rokok dan aktivitas merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Selain itu merokok adalah sebuah hak yang dilindungi oleh dasar hukum konstitutional. Pemerintahpun menjamin perlindungan kretek sebagai budaya asli Indonesia serta menjamin bahwa di setiap tempat umum akan disediakan ruang khusus bagi para perokok.

“Kretek bukan hanya berbicara tentang budaya, namun kretek juga menghasilkan adanya wanita tangguh, yakni petani dan buruh tembakau yang sebagian besar adalah wanita. Maka dari itu, kita harus memiliki kepedulian untuk menyelamatkan kretek sebagai budaya asli Indonesia,” pungkas Natalia, sekwil Komtek yang juga merupakan salah satu penulis dalam buku ‘Perempuan Bicara Kretek’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar