Terilhami dari Ajaran Sastra Jendra
“Nguri-uri ing Budoyo,
Gawe Mulyaning Negoro. Nguri-uri ing Susastri, Tumrap Lestari ning Bumi
(Mempelajari dan menekuni kebudayaan, demi kemuliaan bangsa. Menekuni dan
mempelajari makna sastra, agar tetap lestari dan terjaga,”. Itulah petikan
lirik lagu Jawa yang dibawakan oleh para sinden dari Paguyuban Karawitan Sastra
Jendra, Surabaya. Sesuai dengan pepatah para cendekiawan: membangun sebuah
bangsa harus diawali dengan membangun dan menjaga budayanya.
Semangat menjaga budaya
Jawa sebagai produk asli Indonesia begitu tertanam di hati anggota Paguyuban
Karawitan Sastra Jendra (Pakar Sajen) Surabaya. Sesekali alunan merdu musik
Jawa terdengar nikmat di telinga, mengingatkan kita pada kejayaan bangsa
Indonesia masa lalu yang begitu identik dengan kerukunan, rasa persaudaraan,
keakraban dan sebagainya.
Paguyuban Karawitan
Sastra Jendra adalah sebuah komunitas penggiat kesenian Jawa yang beralamatkan
di Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, tepatnya di dalam kompleks
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Komunitas itu
eksis sejak tahun 2007, dan telah menghasilkan banyak karya juga malang
melintang di jagad pementasan budaya Jawa di Jawa Timur.
Bagaimana sejarah
terbentuknya? Joko Susilo, mantan ketua Pakar Sajen yang kini menjadi pembina
menjelaskan bahwa awal terbentuknya Pakar Sajen didasarkan atas kegelisahan
mereka karena melihat adanya perangkat gamelan berdebu dan tidak terawat,
teronggok di sebuah ruang di lantai 2 Fakultas Ilmu Budaya, Unair. “Kebetulan
para pendiri Pakar Sajen yang juga aktif di bidang sastra Jawa prihatin melihat
kondisi gamelan yang tidak terawat itu. Makanya kami berinisiatif untuk
merawatnya sekaligus belajar mendalami musik jawa,” ujar Bapak anak satu itu.
Setelah melakukan
pembersihan dan perawatan gamelan, para pendiri Pakar Sajen yang juga tercatat
sebagai mahasiswa Unair berinisiatif untuk membuat komunitas pecinta budaya
Jawa. Maka setelah dilakukan serangkaian pertemuan, terbentuklah Paguyuban
Karawitan Sastra Jendra (Pakar Sajen) pada tanggal 10 November 2007 atau 27
Syawal 1940 dalam penanggalan Jawa. “Waktu itu anggotanya baru beberapa orang
saja,” ujar Sigit Andriyanto, ketua Pakar Sajen.
Mengapa dinamakan Pakar
Sajen? Mega Dian Pujasera, anggota Pakar Sajen mengatakan bahwa komunitasnya
terilhami oleh ajaran Sastra Jendra. Sastra Jendra dalam pewayangan adalah
sebuah ajaran luhur yang diajarkan oleh seorang Resi bernama Wisrawa dalam
kisah Ramayana. Di dalam ajaran tersebut terdapat makna yang begitu dalam.
“Seseorang yang dapat menyadari dan menaati makna yang terkandung di dalam
ajaran Sastra Jendra akan dapat mengenal watak atau nafsu-nafsu yang berasal
dari diri pribadi. Nafsu-nafsu ini selanjutnya dipupuk, dikembangkan dengan
sungguh-sungguh secara jujur, di bawah pimpinan kesadaran yang baik dan
bersifat jujur. Sifat yang bersifat buruk dilenyapkan dan yang bersifat baik
dipelihara untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar perempuan asli
Probolinggo itu.
Sastra Jendra dalam
pewayangan diyakini sebagai sebuah ajaran yang dipakai seseorang sebagai kunci
untuk memahami tubuh manusia yang di dalamnya terdapat sebuah jagad indraloka,
berada di dalam rongga dada, yaitu pintu gerbang atau kunci rasa jati, dalam
hal ini bernilai sama dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang bersifat gaib. Maka dari
itu ilmu Sastra Jendra disebut juga sebagai sastra utama, puncak dari segala
macam ilmu. “Nama ajarannya secara lengkap disebut sebagai Sastra Jendra
Hayuningrat Pangruwating Diyu. Kami memakai nama Sastra Jendra agar kami dapat
menyelami ajaran kebaikannya sekaligus dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari,” ujar Indiar Manggara, dewan Pembina sekaligus salah satu pendiri
Pakar Sajen.
Pada awal berdirinya,
Pakar Sajen beranggotakan para mahasiswa penggiat sastra, utamanya sastra Jawa
yang sebagian besar tidak memiliki kemampuan bermusik. Maka dari itu awalnya
mereka meminta bantuan komunitas sejenis yang terdapat di Universitas
Airlangga, yakni UKTK (Unit Kegiatan Tari dan Karawitan) untuk mengajarkan mereka
dasar-dasar bermain musik Jawa. Selain itu mereka aktif mengadakan diskusi
tentang budaya Jawa sebagai sarana untuk meningkatkan eksistensinya. “Saat itu
kami diajari memainkan musik Jawa oleh teman-teman UKTK. Kemudian dibimbing
pula oleh Broto, guru karawitan SMKN 9 Surabaya,” ujar Aulia Nugroho, salah
satu anggota Pakar Sajen.
Perlahan tapi pasti
Pakar Sajen mulai menunjukkan perkembangannya. Dari tahun ke tahun komunitas
itu telah banyak belajar dan menguasai dengan baik tekhnik bermain musik Jawa.
Bahkan, kini mereka dapat mengembangkannya dengan cara memasukkan unsur-unsur musik
modern. Selain itu mereka aktif dalam mengadakan diskusi serta menulis
geguritan (puisi Jawa) maupun prosa Jawa. Menariknya, mereka juga mengadakan
seni pertunjukan lawak berbahasa Jawa yang mereka sebut ‘Drama Tubruk’. “Kami
menyebutnya drama tubruk karena pementasan kami itu disebut Ludruk ya bukan
Ludruk, disebut Ketoprak juga bukan ketoprak, tapi drama kami ini berbahasa
Jawa. Full semua adegan dalam pementasan kami adalah lawak,” ujar Endik Nur
Cahyo, koordinator seni pertunjukan Pakar Sajen.
Dalam perjalanannya,
Pakar Sajen telah mulai aktif mengisi acara-acara baik di dalam maupun di luar
Unair. Komunitas itu menjadi langganan dalam acara Dies Natalies maupun berbagai
acara hajatan. ‘Drama Tubruk’ yang mereka gagas juga lambat laun mendapat
respon luas dari masyarakat. Awal mula pementasan ‘Drama Tubruk’
diselenggarakan pada tahun 2008 oleh aktor-aktor teater Gapus, Surabaya, yang
juga menjadi anggota Pakar Sajen. Dalam perkembangannya, Drama Tubruk Pakar
Sajen banyak diminta tampil untuk mengisi berbagai acara di Surabaya hingga
mendapat kesempatan tampil bersama komunitas Ludruk terkemuka Jawa Timur, yakni
Irama Budaya. “Waktu itu tahun 2009. Kesempatan tampil bersama para maestro
ludruk Irama Budaya merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan bagi kami,” ujar
Azizah, anggota Pakar Sajen.
Hingga kini Pakar Sajen
tercatat memiliki anggota sebanyak 40 orang, yang mengejutkan, salah satu
anggotanya adalah pria bule warga negara
Meksiko bernama Miguel Angel Mesquivias. Ia mengaku tertarik mempelajari budaya
Jawa. “Budaya Jawa itu menyenangkan dan memiliki makna yang dalam,”
ujarnya. Selama ini pria yang fasih
berbahasa Indonesia itu aktif mendalami musik gamelan dan sedang belajar bahasa
Jawa.
Dalam setiap minggu
mereka melakukan latihan rutin setiap hari Senin maupun Rabu malam. “Bila ada
pentas besar, kami menambah jadwal latihan pada hari Jumat. Jadi seminggu tiga
kali,” ujar Raras Hafidha Sari, anggota Pakar Sajen. Selain itu, mereka aktif
menggalakkan dan melestarikan sastra Jawa dan melakukan upacara ruwat gamelan
setiap bulan Suro pada penanggalan Jawa.
Minat
Masyarakat Terhadap Budaya Jawa
Bagaimana anggota Pakar
Sajen menyikapi perkembangan Budaya Jawa yang semakin hari terkikis oleh
masuknya budaya asing? Tentunya menarik untuk disimak, mengingat anggota Pakar
Sajen mayoritas dihuni oleh kaum muda yang memiliki kepedulian terhadap budaya
Jawa.
Menurut Arief Rahman,
budaya Jawa sebagai cermin budaya bangsa harus terus dipelihara sebab di dalam
budaya Jawa terdapat falsafah hidup yang cukup bagus untuk diterapkan dalam
kehidupan, demi menjaga keutuhan bangsa. “Budaya Jawa sekarang mengalami masa
dekadensi. Tentunya hal ini perlu disadari bersama agar budaya Jawa tidak
menghilang ditelan arus jaman,” ujarnya.
Minat generasi muda
terhadap musik Jawa memang sangat kurang. Menurut Andriyanto Sigit, hal itu
disebabkan oleh masuknya musik-musik asing ke Indonesia hingga mengikis
eksistensi musik Jawa. “Tugas Pakar Sajen adalah menjaga budaya Jawa yang
semakin tersisih. Alhamdullilah hingga kini kami mendapat dukungan dari para
pemerhati budaya, akademisi dan masyarakat yang masih peduli terhadap budaya
Jawa. Usaha kami ini setidaknya membuahkan hasil. Anggota kami dari tahun ke
tahun semakin bertambah,” ujar ketua Pakar Sajen itu.
Bagaimana kiat Pakar
Sajen dalam menjaga Budaya Jawa? Menurut Mega Dian, Pakar Sajen dalam hal
bermusik kini telah mengembangkan kreasi untuk memadukan antara tradisi dan
modernitas dalam aransemen musik yang mereka mainkan. “Kami berusaha untuk
membuat gamelan dan musik Jawa bisa diterima oleh masyarakat dengan cara
memasukkan kedua unsur, yakni tradisi dan modern sehingga bisa akrab di telinga
kaum muda. Kami juga mengolah instrument lagu-lagu Jawa dengan mempercepat
tempo lagu atau membuatnya lebih ceria,” ujarnya.
QUOTE
“Budaya
Jawa mengalami dekadensi. Pertunjukan selalu didominasi
oleh penonton yang berusia lanjut. Sementara generasi muda memilih hal lain, seperti budaya-budaya asing yang diantaranya tidak bermoral.
Maka kami, Pakar Sajen berusaha menanamkan budaya Jawa pada masyarakat”
Mega Dian Pujasera
“Gending-gending
Jawa sebenarnya banyak mengandung ajakan untuk menjaga kedamaian di bumi kalau
saja kita mau mempelajari dan mengerti maksud dari gending-gending tersebut”
Miguel Angel Mesquivias
“Budaya
Jawa sangat dalam dan kaya makna. Baik tari, musik, seni pertunjukan maupun
sastra banyak memiliki makna tersembunyi. Budaya Jawa adalah sarana terbaik
untuk mempersatukan masyarakat”
Sigit Andriyanto
“Pakar
Sajen adalah salah satu bentuk dari upaya kami untuk menjaga dan memelihara
kebudayaan Jawa di tengah-tengah masyarakat. Semoga budaya Jawa tetap lestari”
“Sastra
Jendra mengandung kebenaran, keluhuran, keagungan akan kesempurnaan penilaian
terhadap hal-hal yang belum nyata bagi manusia biasa. Karena itu Sastra Jendra
disebut sebagai ilmu atau pengetahuan tentang rahasia seluruh semesta alam
beserta perkembangannya. Jadi, Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
ialah jalan mencapai kesempurnaan hidup”
* Tulisan saya ini pernah dimuat di Surabaya Post edisi 23 Desember 2012
* Tulisan saya ini pernah dimuat di Surabaya Post edisi 23 Desember 2012
salam kenal,saya nanang kristianto.saya punya niat untuk menjual gamelan lawas.apabila temen temen berniat membantu untuk gamelan saya bisa laku saya akan sangat terbantu.gamelan saya dari besi tetapi besi lawas atau besi lama,jd bukan buatan baru...jd ada nilai historisnya.rata rata pembuatan di atas 15 tahun .jenis slendro.saya dulu pernah ambil tp sulit bgt lakunya,wlu pun akhirnya laku juga,,mungkin ada temen temen yg mau berkerja sama,agar gamelan itu bs banyak di miliki oleh komunitas di surabaya,alamat saya jln raya wiyung gg dpr,rt 1,rw 1 no 13.email blonangkristianto@yahoo.co.id.fb blonangkristianto@
BalasHapusSaya berminat untuk belajar karawitan di daerah surabaya tpi di mna mohon informasinya
BalasHapusSalam santun ku
Salam... Saya juga minat belajar karawitan d Surabaya. Mohon info...
BalasHapusSaya berminat gabung di komunitas ini.. Bagaimana cara nya? Trims
BalasHapusMohon info! Dimana alamat belajar kerawitan
BalasHapusFakultas llmu Budaya Unair lantai 2
Hapusmohon info pembina karawitan di surabaya
BalasHapussaya juga mencari pembina karawitan
HapusAlamat lengkap dan no hp yg bisa dihubungi
BalasHapus