Cari Blog Ini

Selasa, 12 Maret 2013

Kisah Sesepuh Penggiat Batik Sidoarjo

Hj. Musyafa'ah sedang membatik ditemani cucunya



Nama                          : Hj. Musyafa’ah
Tempat Tanggal Lahir  : Surabaya, 1931
Nama Suami                : (alm) Hj. Saleh Imam

  
Resep Sehat Ala Pebatik Senior Hj. Musyafa’ah: Beraktifitas, Bersabar, Bersyukur

Seperti hari-hari biasanya, siang itu Hj. Musyafaah terlihat sibuk menata kain-kain batik produksinya. Sesekali ia terlihat tekun mengamati motif batik kreasi para karyawan dimana sebelum melewati proses finishing, karya batik haruslah disetorkan terlebih dahulu kepada Hj. Musyafa’ah untuk diteliti kesempurnaannya.

“Ini perlu ditambah lagi motifnya; bagian atas jangan terlalu banyak bidang kosongnya. Tambahkan sedikit lagi saja,” ujar Hj. Musyafa’ah kepada salah satu karyawannya. Untuk soal membatik, Hj. Musyafa’ah terbilang perfeksionis. “Produksi batik disini harus benar-benar berkualitas baik dan artistik,” tambahnya kepada saya.

Di usianya yang menginjak 82 tahun ia terlihat masih bersemangat, dan daya ingatnyapun masih tajam. Bahkan, sesekali ia terjun langsung untuk membuat batik sekaligus mengawasi sistem kerja para karyawannya. “Memang karena faktor usia, saya sudah tidak seaktif dulu lagi. Jadinya saya memfokuskan diri untuk bekerja di rumah. Bila sempat keluar rumahpun hanya sesekali saja, mengantar produk. Itupun saya lakukan untuk mengisi waktu luang,” ungkapnya.

Dikenal sejak tahun 1953, hingga kini namanya dikenal banyak orang. Ketika mendengar nama Hj. Musyafa’ah, pikiran mereka tertuju pada satu-satunya pebatik senior yang tersisa di Sidoarjo. Memang, meskipun kini usahanya diturunkan dan dipimpin langsung oleh cucu ketiganya, Rinaldi Kurnia, namun Hj. Musyafa’ah tidak ingin terlena dengan romansa hari tua: sekedar beristirahat, menikmati waktu yang ada sembari menimang cucu/cicit, melainkan ia lebih memilih untuk tetap beraktivitas. “Pokoknya sebisa mungkin setiap hari saya harus beraktivitas. Itulah yang menyebabkan saya tetap segar bugar,” ujar Nenek tujuh cucu itu.

Rupanya beraktivitas dalam mengisi waktu luang merupakan salah satu resep sehat ala Hj. Musyafa’ah. Bahkan paparnya, sesekali ia menyempatkan diri untuk mengantar produk batiknya ke distributornya di daerah Pabean, Surabaya dengan menaiki bis kota. “Anak-anak dan cucu-cucu saya sebenarnya banyak yang melarang saya untuk berpergian. Namun saya tetap bersikeras, saya masih kuat. Usia tidak menghalangi saya untuk beraktivitas. Sebab jika tidak beraktivitas, badan rasanya tidak nyaman. Beraktivitas rutin seperti keseharian saya juga merupakan suatu bentuk olahraga lho,” paparnya.

Selain beraktivitas, resep sehat lainnya ala Hj. Musyafa’ah adalah bersabar. Pengalaman yang didapatnya sejak bertahun-tahun lalu dalam menghadapi pelanggan dengan berbagai karakter, termasuk permasalahan sehari-hari yang pernah dilalui pada akhirnya menempa dirinya untuk dapat selalu sabar dalam menjalani kehidupan. “Kesabaran itu juga termasuk pola hidup sehat. Dengan kesabaran, orang tidak akan terlalu banyak beban pikiran. Seperti yang kita tahu, beban pikiran adakalanya menyebabkan stress dan mengganggu kesehatan. Dengan kesabaran, seseorang akan senantiasa terjaga hati dan perasaannya, sekaligus kesehatan tubuhnya juga akan terjaga,” papar Ibu enam anak itu.

Cara hidup sabar, menurut Hj. Musyafa’ah, dapat diwujudkan dalam banyak hal dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dalam mengatasi segala persoalan. “Pengendalian emosi. Jangan mudah merasa tersinggung dan berperasaan yang tidak-tidak. Tidak usah ambil pusing bila sedang ada masalah. Rejeki, jodoh itu sudah ada yang mengatur,” ujarnya.

Bagaimana dengan pola makan? Ditanya mengenai pola makan, Hj. Musyafa’ah mengakui bila ia memiliki cara untuk mengatur pola makan. “Untuk usia seperti saya, pola makan harus teratur. Banyak-banyak makan sayuran dan kurangi makan-makanan berlemak. Jikapun ingin makan daging dan makanan berlemak lainnya, sesekali saja tidak apa-apa, asal jangan sering-sering,” ujar istri dari (alm) Hj. Saleh Imam itu.

Resep sukses lainnya, Hj. Musyafa’ah mengaku bahwa ia memiliki satu kunci utama dalam mengatur pola hidup sehat, yakni beribadah, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ketentuan dari Tuhan, kita ini begitu kecil dan haruslah selalu ingat kepadaNYA, Yang Maha Pencipta,” terang perempuan kelahiran tahun 1931 itu.

Dalam usianya yang menginjak 82 tahun, ia aktif mengikuti pengajian dan tidak pernah lupa menunaikan ibadah setiap harinya. “Beribadah itu membuat seseorang sehat secara fisik dan rohani. Itu kunci sehat paling utama. Percuma bila kita pantang ini-pantang itu, minum jamu sini-situ, kalau tidak ingat Tuhan ya hasilnya nol besar. Wong yang ngasih kesehatan itu Gusti Pangeran kok,” ungkapnya.

Diwawancarai di kediamannya  di Jl. Jetis, Sidoarjo yang tersohor sebagai kampung batik Sidoarjo itu tampaknya membuat Hj Musyafa’ah semakin bersemangat. Ia seperti merunut kembali masa lalunya, saat-saat dimana ia menjadi pengusaha batik yang pada akhirnya sekarang, atas kerja kerasnya itu ia tinggal menikmati kesuksesan. Namun tidak sedikitpun ia terlena. Luar biasa bukan?


Satu-satunya Pebatik Senior di Kampung Batik Sidoarjo

Hj. Musyafa’ah berkisah panjang lebar mengenai masa mudanya kepada saya. Ingatannya masih tajam, bahkan untuk mengingat detail kisah-kisahnya ia masih mampu. Dikisahkannya, pada tahun 1953 ia memiliki inisiatif untuk memproduksi kerajinan batik. “Ide itu berasal dari mertua saya. Mereka melihat hasil karya batik saya, mereka tertarik dan berujar, Musyafa’ah, kamu sebaiknya buka usaha jualan batik saja, karyamu bagus sekaligus bisa membantu perekonomian keluargamu toh,” papar Musyafa’ah. Berdasarkan dorongan dari mertuanya itu Musyafa’ah tertarik untuk membuka usaha batik.

Maka untuk membantu suaminya yang saat itu bekerja sebagai anggota TNI, Musyafa’ah membuka usaha batik. Ia memulainya dengan produksi kecil-kecilan, sekaligus belajar dengan cara survey ke tempat-tempat penjual batik lainnya untuk mendalami motif batik dan kemudian mengembangkannya. “Beruntung kampung Jetis yang saya tempati adalah kampung batik. Jadi saya bisa menimba ilmu dari senior-senior saya pada dekade 1953,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, bahwa budaya kampung batik di lingkungannya sangat harmonis. Tidak ada nuansa persaingan diantara para pedagang karena mereka semua terkait satu sama lain dengan filosofi gotong-royong dan guyub rukun serta dalam hal bisnis, mereka berpedoman pada keyakinan agama bahwa rejeki, jodoh dan sebagainya sudah ada yang mengatur. “Itulah semangat yang menempa kepribadian saya hingga saat ini,” ujar buyut 4 cicit itu.

Musyafa’ah mengungkapkan bahwa usahanya mengalami kemajuan pesat, terlebih pada dekade 1970-1980an. Pada tahun itu secara bertahap ia berhasil membeli sepetak-dua petak tanah untuk mengembangkan lahan usahanya. Walhasil, kerja kerasnya itu ia manfaatkan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya, bahkan ia mampu membelikan rumah sekaligus menguliahkan anak-anaknya satu persatu.

Hingga saat ini Musyafa’ah tercatat sebagai satu-satunya pebatik senior asal Sidoarjo, sebab pebatik seangkatannya rata-rata telah meninggal dunia. Usahanya di bidang pelestarian batik Sidoarjo itu dihargai oleh pemerintah dengan memberikan berbagai piagam dan bantuan. Salah satunya dari Bupati Sidoarjo, juga terpilih sebagai pemenang anugerah citra kartini sidoarjo, sebagai pengusaha senior yang masih aktif berkarya, bahkan mendapat penghargaan dari UNESCO sebagai pelestari batik Sidoarjo.

Apa bedanya motif batik Sidoarjo dengan motif batik dari kota lain? “Dalam batik Sidoarjo terdapat banyak motif khas seperti ‘Sekar Jagad’, ‘Kembang Bayem’, ‘Kembang Pring’, “Mahkota’, ‘Rawan’ dan lain-lain. Salah satu ciri khasnya adalah terdapat gambar hewan, yakni burung dalam motif batik khas Sidoarjo,” ujar Ibu yang keenam anaknya bergelar sarjana itu.

Saat ini usaha batik milik Hj. Musyafa’ah telah diwariskan langsung oleh cucu ketiganya, Rinaldi Kurnia. Kepada cucunya itu ia memberikan pembinaan intensif dan pelatihan manajemen seperti yang pernah dilakukannya pada masa muda. Alhasil, dengan pembinaan yang ia berikan, usaha batiknya makin mentereng. Beragam kembangan motif berhasil diciptakan oleh cucunya itu, bahkan menyesuaikan dengan konsep modern art yang dipadu dengan nuansa ornamentik yang memiliki karakter deformasi dan stilasi, khas motif batik. Bicara mengenai batik Sidoarjo, orang tidak pernah alpa untuk menyebutkan nama usaha binaan Hj. Musyafa’ah, yakni ‘Batik Masfiroh’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar