Cari Blog Ini

Senin, 06 Mei 2013

R. Boediharjo: Mantan Atlet Sepakbola dan Resep Sehatnya




R. Boediharjo (paling kanan)



Biodata

Nama                           : R. Boediharjo

Tempat tanggal lahir  : Jogjakarta, 10 Juni 1937

Istri                              : (Alm) Sri Untari

Riwayat Pendidikan :
-          Sekolah Rakyat Kalasan, Jogjakarta
-          SMP 5, Jogjakarta
-          SMA Institut Indonesia 2, Jogjakarta
-          APPI (Akademi Pimpinan Perusahaan Indonesia)

Karier :
-          1960-1968       : Pegawai PN Pertani (Persero), Semarang, Jawa Tengah
-          1969-1970       : Pegawai Slumberger, proyek Pengeboran Pertamina, Surabaya
-          1970-1986       : Pegawai PT Udatin, assembling mobil, Surabaya
-          1990-2001       : Aktif di Organisasi Sosial Masyarakat
-          2004                : Anggota Panitia Pemilihan Umum tingkat kec


amatan
-          2005                : Ketua lansia RW Manukan Tama, Surabaya

Riwayat Klub Sepakbola :
-          1957-1958 : POK Kalasan
-          1959-1960 : Jogjakarta Putra, P.S Brawijaya
-          1960-1963 : PORIP, Purbalingga, Jawa Tengah

Prestasi :
-          Juara 1 Piala Segitiga di Ciamis, dengan Jogjakarta Putra
-          Juara 3 Kabupaten Banyumas, dengan PORIP


Terapkan Kedisiplinan Sebagai Pola Hidup!

“Saya masih ingat, Timnas Indonesia dulu pernah menahan imbang timnas Rusia pada Olimpiade sepakbola. Ketika itu usia saya sekitar 20 tahun,” ujarnya sambil mengingat kejayaan sepakbola Indonesia masa lalu pada pertandingan Olimpiade. Ketika itu Rusia yang notabene adalah raksasa sepakbola dengan kiper legendarisnya, Lev Yashin, berhasil ditahan imbang oleh timnas Indonesia dengan skor 0-0.

Sebagai mantan olahragawan sepakbola, maka tidaklah mengherankan bila sampai detik ini ia aktif mengamati perkembangan sepakbola Indonesia. Dialah R. Boediharjo, mantan olahragawan Jogjakarta yang ketika muda pernah bergabung dengan klub sepakbola professional, yakni Jogjakarta Putra sekaligus P.S Brawijaya; sebuah klub yang berada di bawah naungan PSIM (Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram).

Tidaklah mengherankan, sebagai mantan olahragawan sepakbola professional, Boediharjo hingga kini tampak segar bugar dan sehat walafiat. Rupanya olahraga rutin adalah salah satu kuncinya, selain kedisiplinan yang diterapkan pada kehidupan dan pola makannya. Ketika diwawancarai oleh Surabaya Post, ia bersedia untuk membeberkan kunci sehatnya. Bagaimana kisahnya?

“Disiplin dalam menerapkan pola hidup, menyangkut pola makan. Perbanyak minum air putih, hindari konsumsi daging berlebihan, apalagi jeroan. Itu tidak menyehatkan,” ungkap suami (Alm) Sri Untari, ahli tata rias nasional itu. Boediharjo juga menerangkan bahwa ia memperbanyak minum air putih setiap harinya. “Saya menghabiskan ini sebanyak 4 botol perhari,” ucapnya sembari menunjukkan botol air mineral ukuran sedang. Selain itu ia juga melarang keras konsumsi alkohol karena menurutnya dapat merusak kesehatan.

Boediharjo juga menerangkan bahwa disiplin pola hidup, menyangkut pola makan diterapkannya sejak tahun 1964. Ia menerangkan bahwa sejak tahun 1964 ia memutuskan menjadi vegetarian untuk menjaga kesehatannya. “Konsumsi sayur itu baik untuk kesehatan. Sayur mengandung banyak vitamin, juga kandungannya dapat membuat seseorang bisa tampak awet muda. Buktinya, saya sekarang tidak terlihat seperti umur 70 ke atas, bukan?,” ujar Bapak 5 anak itu sambil tertawa.
Kebiasaan berolahraga juga diterapkannya hingga kini. Ia mengaku sejak tahun 1981, ia memiliki kegiatan rutin bersepeda pancal setiap dua minggu sekali. Selain itu ia juga rutin berolahraga, jalan kaki setiap pagi selama 1 jam sehari. “Saya melakukan rutinitas itu hingga kini karena saya yakin dengan berolahraga, tubuh akan menjadi sehat dan segar bugar,” ujar mantan pegawai pengeboran minyak Pertamina itu.

Kegemaran utamanya selain berolahraga adalah bersosialisasi. Tercatat, sejak tahun 1970 hingga 2005 ia aktif bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, yakni sebagai RT maupun RW di daerah Manukan Tama, Surabaya. “Dengan bersosialisasi, saya bisa melihat karakter masyarakat dari berbagai latar belakang. Selain bisa jadi media pembelajaran bagi kita, kita bisa lebih membina persaudaraan, kerukunan dan sebagainya. Catat, bersosialisasi juga merupakan salah satu dari pola hidup sehat. Manusia kan mahluk sosial,” ujar ketua RW Manukan Tama itu.


Kalau Timnas Ingin Berprestasi, Tanamkan Semangat Nasionalisme!

Aktif di olahraga sepakbola sejak tahun 1957 dan berposisi sebagai bek kiri membuat Boediharjo tahu banyak tentang tekhnik-tekhnik bermain sepakbola. Kepada saya ia membeberkan tips untuk menjadi bek kiri yang baik. “Bek haruslah punya postur tinggi, rajin mengawal pergerakan lawan dan sebisa mungkin jangan melakukan kesalahan. Disiplin tim harus diterapkan, tak boleh individual dan yang penting, turuti instruksi pelatih,” ujarnya.

Disinggung mengenai kemunduran timnas Indonesia, kakek 4 cucu itu menyebutkan bahwa dari sisi pemain, stamina pesepakbola Indonesia sangat kurang. Ia kerap melihat dari tayangan televisi bahwa pemain timnas Indonesia kurang solid dalam melakukan koordinasi tim. “Mereka harus sesering mungkin melakukan latihan fisik dan lebih memperhatikan koordinasi tim. Mereka bermain dalam tim, bukan individual,” kritiknya.

Boediharjo juga memaparkan perbedaan antara pesepakbola jaman dulu dan sekarang. Menurutnya, pesepakbola jaman dulu tidak hanya fokus pada tekhnik, melainkan memiliki rasa sportivitas tinggi, juga nasionalisme. Para pesepakbola jaman dulu tidak memburu materi atau honorarium dan sebagainya, namun berdasarkan kecintaan terhadap sepakbola dan Indonesia. “Pemain sepakbola jaman sekarang kan beda. Mereka kebanyakan memburu honor, nasionalismenya kurang dan sepakbola seakan sekedar dibuat keren-kerenan. Kalau ingin berprestasi, tanamkan semangat nasionalisme!,” ujar mantan punggawa P.S Brawijaya itu.

Pesepakbola jaman dulu dengan kriteria yang telah dijelaskan oleh Boediharjo memang sarat dengan prestasi membanggakan. Pada Olimpiade sepakbola 1956, Indonesia dibawah asuhan Toni Pogacknik secara mengejutkan berhasil menahan imbang timnas Rusia. Saat itu Indonesia diperkuat oleh nama-nama seperti Tjiang Thio Him, Chairuddin Siregar dan lain-lain. “Saat itu usia saya masih 19 tahun. Saya tahu benar ketika itu Indonesia menahan imbang Rusia. Padahal, atlet sepakbola saat itu sebenarnya bukanlah orang yang benar-benar berlatarbelakang atlet, melainkan orang dari berbagai latar belakang yang mencintai sepakbola dan mencintai Indonesia,” ujarnya. Seperti diketahui, para pemain timnas pada tahun 1956 terdiri dari berbagai latar belakang, seperti pegawai negri, karyawan swasta dan lain-lain.

Berbagai momen indah ditorehkan Indonesia selama masa jayanya dulu. Selain menahan imbang Rusia di perempat final Olimpiade, Indonesia juga pernah meraih medali emas SEA Games maupun Perunggu Asian Games. Menurut Boediharjo pula, dukungan rakyat Indonesia kepada timnas saat itu begitu besar. “Pokoknya saat itu rasa nasionalisme sedang gencar-gencarnya. Dukungan penuh didapat timnas dari seluruh rakyat Indonesia yang begitu ingin nama bangsanya harum di mata dunia,” ujar mantan ketua lansia RW Manukan Tama, Surabaya, itu. 

Pada jaman ketika timnas Indonesia sedang mentereng, tentu Boediharjo juga punya atlet sepakbola idola. Disinggung mengenai idolanya, Boediharjo dengan mantap menjawab Rusli Ramang, striker timnas Indonesia asal Sulawesi, salah satu pemain yang terpilih sebagai starting line up pada saat timnas menahan imbang Rusia. “Dia striker hebat yang memiliki naluri untuk mencetak gol,” ujarnya. Bagaimana dengan pemain belakang idola? “Mahyadi Panggabean dari Sriwijaya F.C. Dia pemain belakang yang disiplin dalam menjaga pergerakan lawan,” tambahnya.
Mengapa sekarang timnas Indonesia minim prestasi? Disodori pertanyaan seperti itu, Boediharjo tampak menghela nafas panjang. “Yah, waktu itu PSSI belum ada dualisme. Semua pihak dapat bekerjasama demi kemajuan bangsa, tanpa kepentingan apapun,” ujarnya.

Minimnya prestasi dan carut marut kepengurusan PSSI membuat Boediharjo merasa prihatin. Dirinya rindu dengan kejayaan timnas Indonesia di masa lalu, dimana semua pihak turun untuk mendukung penuh timnas Indonesia. “Yah, semoga semua persoalan cepat terselesaikan. Pesan saya kepada seluruh pemain, pelatih maupun pengurus: jangan memperdagangkan sepakbola,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar